Penelitian ini berfokus pada analisis gambar cadas di Gua Basurek, Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Metode analisis yang digunakan adalah psikoanalisis dengan pendekatan autoetnografi terhadap motif antropomorfis, zoomorfis, geometris, agraris, dan stilasi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa konsep psikoanalisis Sigmund Freud dapat diaplikasikan secara efektif dalam menganalisis gambar cadas di Gua Basurek. Dengan memahami tiga tingkat kesadaran: sadar, prasadar, dan tak sadar, serta struktur mental atau kepribadian das Es, das Ich, dan das Über-Ich, sehingga dapat melihat bagaimana dorongan, konflik, dan nilai-nilai moral terinternalisasi dalam karya gambar cadas tersebut. Gambar cadas di Gua Basurek mencerminkan dinamika psikologis dan budaya seniman pembuatnya yang selaras dengan sosial dan budaya masyarakat Minangkabau. Dorongan primitif (das Es) yang dilambangkan dalam motif kesuburan dan pertanian menunjukkan pengaruh naluri dasar, sementara gambar yang berkaitan dengan upacara adat dan metafora filsafat memperlihatkan peran das Über-Ich. Das Ich bertindak sebagai mediator, memungkinkan para seniman untuk menyeimbangkan dorongan-dorongan ini dalam gambar cadas. Pendekatan autoetnografi memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana identitas budaya dan pengalaman pribadi seniman berperan dalam penciptaan gambar cadas. Seniman terkait dengan kebudayaan Minangkabau tidak hanya mengekspresikan diri mereka melalui gambar cadas, tetapi juga memproses konflik internal dan ketegangan psikologis mereka, menjadikan gambar cadas sebagai media untuk mengeksternalisasi nilai-nilai sosial dan moral komunitas mereka. Proses penciptaan gambar cadas yang seringkali terkait dengan ritual menunjukkan adanya hubungan erat antara seni dan spiritualitas. Gua Basurek, yang digunakan sebagai tempat meditasi dan spiritualisme, berfungsi sebagai ruang di mana individu dapat mengakses elemen-elemen tak sadar dan menguatkan pengaruh das Über-Ich dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggabungkan psikoanalisis dan autoetnografi, penelitian ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang bagaimana gambar cadas merefleksikan dan memperkuat identitas budaya Minangkabau, menyeimbangkan antara dorongan dasar, adaptasi sosial, dan nilai-nilai moral.
This research focuses on analyzing rock art in Gua Basurek, Solok Regency, West Sumatra. The analysis method used is psychoanalysis with an autoethnographic approach to anthropomorphic, zoomorphic, geometric, agrarian, and stylized motifs. This study reveals that Sigmund Freud's psychoanalysis concepts can be effectively applied in analyzing the rock art in Gua Basurek. By understanding the three levels of consciousness: conscious, preconscious, and unconscious, as well as the mental structure or personality of the Id, Ego, and Superego, the author can see how drives, conflicts, and moral values are internalized in the rock art works in Gua Basurek. The rock art in Gua Basurek reflects the psychological and cultural dynamics of the artists, aligning with the social and cultural context of the Minangkabau community. Primitive drives (the Id) symbolized in fertility and agricultural motifs show the influence of basic instincts, while images related to traditional ceremonies and philosophical metaphors illustrate the role of the Superego. The Ego acts as a mediator, allowing artists to balance these drives in the rock art. The autoethnographic approach provides deep insights into how cultural identity and personal experiences of the artists play a role in the creation of rock art. Artists associated with Minangkabau culture not only express themselves through rock art but also process their internal conflicts and psychological tensions, using the rock art as a medium to externalize the social and moral values of their community. The creation process of rock art, often linked to rituals, indicates a close relationship between art and spirituality. Gua Basurek, used as a place for meditation and spirituality, serves as a space where individuals can access unconscious elements and reinforce the influence of the Superego in daily life. By combining psychoanalysis and autoethnography, this study provides a comprehensive view of how rock art reflects and strengthens the cultural identity of the Minangkabau people, balancing basic drives, social adaptation, and moral values.