Penyalahgunaan keadaan merupakan suatu keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan ekonomi atau psikologis, kemudian dimanfaatkan oleh pihak yang lebih kuat sehingga pihak yang lebih lemah terpaksa menyetujui perjanjian yang mungkin berisi persyaratan yang tidak patut atau tidak adil. Tulisan ini menganalisis bagaimana konsep penyalahgunaan keadaan keunggulan ekonomi sebagai dasar pembatalan perjanjian, melalui kriteria-kriteria berdasarkan doktrin maupun pertimbangan Hakim dalam putusan-putusan pengadilan. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, dimana data-datanya diperoleh melalui studi dokumen peraturan perundang-undangan, literatur serta bahan pustaka atau bahan sekunder. Kriteria penyalahgunaan keunggulan ekonomi tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, sehingga para ahli dan hakim memberikan kriteria khusus dalam menentukan terjadinya penyalahgunaan keunggulan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini, penyalahgunaan keunggulan ekonomi dapat ditentukan dan diterapkan dalam berbagai putusan pengadilan Indonesia, apabila salah satu pihak memiliki kebutuhan yang mendesak atau dalam kondisi ketergantungan atau tidak ada alternatif lain; posisi tawar antar pihak tidak seimbang; dan syarat atau isi perjanjian yang tidak patut atau tidak adil. Hal ini mengakibatkan pihak yang lemah tidak bebas memberikan persetujuannya atau cacat kehendak dan dapat dibatalkan di pengadilan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah penyalahgunaan keunggulan ekonomi merupakan salah satu bentuk cacat kehendak selain cacat kehendak klasik dalam Pasal 1321 KUH Perdata, sehingga perjanjian yang mengandung unsur ini dapat diajukan pembatalan di pengadilan.
Abuse of circumstances is a situation of inequality of economic or psychological superiority, which is exploited by a stronger party so that the weaker party is forced to agree to the contract that may contain inappropriate or unfair terms. This paper analyses the concept of abuse of economic superiority as a basis for annulment of a contract, through some criterias based on doctrine and the judge's considerations in court verdicts. This paper was prepared by using doctrinal legal research methods, which the data sources obtained through the juridical-literatures and library materials or secondary materials. The criterias for abuse of economic superiority are not explicitly regulated in law, so the experts and the judges provide specific criteria in determining whether abuse of economic superiority has occurred. Based on the results of this research, abuse of economic superiority can be determined and applied in Indonesian court verdicts, if one of the parties has an urgent need or in a condition of dependency or no other alternative; inequality of bargaining power; and the terms or contents of the contract are inappropriate or unfair. This results in the weak parties not being able to freely give their consents or having consensual defect and can be annulled in court. The conclusion from the results of this paper is that abuse of economic superiority is a form of consensual defect other than the classical consensual defect in Article 1321 of the Civil Code (KUH Perdata), so the contracts that containing this element can be submitted for annulment in court.