Penelitian ini menganalisis penerapan collaborative governance dalam pengendalian hama belalang kembara di Kabupaten Sumba Timur. Hama ini menjadi ancaman serius bagi pertanian lokal, mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan petani. Collaborative governance dipilih karena dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan, sumber daya, dan pengetahuan dari pemerintah daerah, lembaga internasional, dan masyarakat lokal untuk mencapai solusi berkelanjutan. Pendekatan kualitatif digunakan dengan wawancara mendalam pada informan kunci yang terlibat dalam pengendalian hama. Analisis mengacu pada dimensi collaborative governance dari (Ansell & Gash, 2008), seperti identifikasi pemimpin kolaborasi, sejarah kerjasama dan konflik, desain kelembagaan, dan pengelolaan proses konsensus. Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan governance ini dipengaruhi oleh pemahaman identitas pemimpin, pengelolaan sejarah kerjasama dan konflik, serta desain kelembagaan yang baik. Protokol kolaborasi yang jelas dan proses konsensus efektif juga penting. Penelitian ini berkontribusi pada teori dan praktik collaborative governance dalam pengendalian hama belalang, memberikan saran praktis dan teoritis untuk meningkatkan efektivitas kolaborasi di masa depan. Implikasi kebijakan mencakup memperkuat kapasitas lokal, memfasilitasi dialog inklusif, dan membangun kerangka kerja kolaboratif yang berkelanjutan untuk mendukung pertanian dan keberlanjutan lingkungan di Sumba Timur.
This study examines collaborative governance in controlling migratory locust in East Sumba District, addressing its impact on local agriculture and farmers' well-being. Collaborative governance was chosen for its ability to integrate various stakeholders, including local governments, international agencies, and communities, to find sustainable solutions. Using qualitative methods, the research gathered data from in-depth interviews with key informants involved in locust control. The analysis followed (Ansell & Gash, 2008) dimensions of collaborative governance, focusing on leadership, historical cooperation and conflict, institutional design, and consensus management. The findings highlight that effective collaborative governance depends on clear leadership, managing historical relationships, solid institutional planning, and clear collaboration protocols. The study offers practical and theoretical insights for improving future collaborative efforts, emphasizing the need to strengthen local capacity, facilitate inclusive dialogue, and build sustainable frameworks to support agriculture and environmental sustainability in East Sumba District.