Tesis ini membahas kesalahkaprahan penerapan hukum akibat masih terjadinya kekosongan hukum dalam praktik pembuatan keterangan waris yang selama ini “terpaksa” dijalankan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf (c) angka 4 PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan inilah yang selama ini dipersamakan sebagai dasar hukum pembuatan keterangan waris, padahal peraturan ini secara tegas hanya diperuntukkan mengatur hal-hal terkait pendaftaran tanah. Sehingga, tidak seharusnya peraturan ini dijadikan dasar hukum pembuatan keterangan waris yang memiliki banyak peruntukkan diluar pendaftaran tanah. Di samping itu, peraturan ini juga membagi kewenangan pembuatan keterangan waris kepada 3 (tiga) pejabat/lembaga, yaitu: (1) lurah dan camat, (2) notaris, dan (3) Balai Harta Peninggalan, yang berdampak pada beragamnya bentuk dan kekuatan hukum keterangan waris yang dihasilkan dari masing-masing pejabat/lembaga. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian hukum di tengah masyarakat serta menjadi pemicu utama tingginya sengketa kewarisan di Indonesia. Oleh sebab itu, masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai pengaturan kemajemukan hukum waris dan kewenangan penerbit keterangan waris serta perkembangan hukumnya, dan bagaimana seharusnya keterangan waris dibuat agar tercipta kepastian hukum dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Doktrinal dengan pendekatan analitis, teoretis dan komparatif terhadap data sekunder yang diperoleh melalui studi bahan kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan tipologi eksplanatoris. Adapun hasil penelitian yang didapatkan ialah belum adanya ketentuan yang mengatur pembuatan keterangan waris secara umum, sehingga praktik pembuatan keterangan waris masih dibuat berdasarkan Pasal 111 ayat (1) huruf (c) angka 4 PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 tentang Pendaftaran Tanah, dimana hal ini tidak relevan dan tidak mengakomodasi maksud dan tujuan keterangan waris dengan peruntukkan lain-lain diluar pendaftaran tanah. Kemudian, demi tercipta kepastian hukum dan tercapainya persamaan warga negara di hadapan hukum, perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perihal kewarisan khususnya keterangan waris yang kewenangannya tunggal diberikan kepada 1 (satu) pajabat/lembaga saja yaitu Notaris dengan pertimbangan Notaris dapat membuat keterangan waris dalam bentuk akta autentik berdasarkan keterangan para pihak (akta partij) yang memiliki nilai pembuktian sempurna bagi para pihak maupun pihak ketiga.
This thesis discusses the inconsistencies in law application due to the ongoing legal voids in the practice of making inheritance statements, which have been "forced" to adhere to Article 111 paragraph (1) letter (c) number 4 of PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 regarding Land Registration. This regulation has been equated as the legal basis for making inheritance statements, even though it explicitly only regulates matters related to land registration. Therefore, this regulation should not be used as the legal basis for making inheritance statements, which have many purposes beyond land registration. Moreover, this regulation also divides the authority to make inheritance statements among 3 (three) officials/agencies: (1) village heads and sub-district heads, (2) notary, and (3) the Estate Office, resulting in various forms and legal strengths of inheritance statements issued by each official/agency. This has led to legal uncertainties within society and is a major trigger for the high number of inheritance disputes in Indonesia. Hence, the issues raised in this research are concerning the regulation of the diversity of inheritance laws, the authority to issue inheritance statements, their legal development, and how inheritance statements should be made to create legal certainty in achieving legal unification. This research is a Doctrinal legal study with an analytical, theoretical, and comparative approach to secondary data obtained through library research, then analyzed qualitatively with explanatory typology. The research findings indicate the absence of general provisions regulating the making of inheritance statements, thus the practice still relies on Article 111 paragraph (1) letter (c) number 4 of PMNA 3/1997 jo. PMATR 16/2021 regarding Land Registration, which is irrelevant and does not accommodate the purposes of inheritance statements beyond land registration. Therefore, to ensure legal certainty and achieve equality for citizens before the law, it is necessary to establish legislation specifically regulating inheritance, especially inheritance statements where sole authority is given to 1 (one) official/agency, namely the Notary. This is because Notary can create inheritance statements in the form of authentic deeds based on the parties' statements (akte partij) which have perfect evidentiary value for both the parties and third parties.