Penggunaan data spasial kelautan berbasis peta laut baik secara produk peta kertas (paper chart) dan peta digital (ENC-Electronic Navigational Chart) saat ini bukan hanya sebagai instrumen menjamin keselamatan bernavigasi di laut. Tetapi lebih dari kepentingan itu, data spasial kelautan dapat digunakan lebih luas demi kepentingan keamanan maritim. Menggunakan konsep the physical base of the state oleh Buzan, adanya keterkaitan antara suatu wilayah, sumber daya alam, dan manusia; Dimana setiap ancaman tersebut dapat dideteksi dengan adanya ancaman kepada objek sumber daya alam dan objek buatan manusia. Hal tersebut juga digambarkan pada produk peta laut yang menggambarkan seluruh objek (alam maupun buatan) di darat dan lautan. Teluk Jakarta juga merupakan wilayah perairan yang begitu sangat penting dalam tatanan pelayaran di Indonesia. Namun dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2023 terdapat variasi tindak pelanggaran di perairan Teluk Jakarta seperti pengerukan pasir tanpa izin, pencemaran laut karena limbah, pencurian kabel bawah laut, penyeludupan narkoba, kegiatan ship to ship BBM Ilegal, sindikat bajak laut, penyeludupan barang mewah, dan pencurian disertai pengrusakan bagan ikan. Permasalahan tindak pelanggaran ini juga menjadi suatu hal yang perlu diteliti, mengingat cukup banyak pos keamanan di sekitar perairan Teluk Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode mix method (metode campuran) dengan analisis Delphi, guna mendapatkan konsensus bersama dalam pemanfaatan data spasial kelautan untuk mengidentifikasi potensi pelanggaran di perairan Teluk Jakarta. Pengumpulan data dengan menggunakan sesi wawancara sistematis kemudian menemukan variabel yang terkait dengan: Penggunaan Data Spasial Kelautan (X1), Regulasi Pemerintah (X2), Objek Spasial atau area yang teridentifikasi potensi adanya pelanggaran (X3), Latar Belakang (X4), dan Strategi Keamanan Maritim (X5). Dimana hasil penelitian ini terdapat 22 variabel yang menguatkan penelitian ini dalam mengidentifikasi potensi area atau lokasi pelanggaran dari segi pandangan 7 ahli dari setiap institusi seperti: Pusat Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut, Direktorat Kenavigasian-Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Badan Keamanan Laut Republik Indoensia, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai-Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Ditpolairud Polda Metro Jaya, dan Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia; yang berkaitan langsung dengan keamanan di laut demi terwujudnya keamanan maritim.
The utilization of marine spatial data based on nautical charts, both paper charts and digital maps (ENC-Electronic Navigational Chart), is currently not only an instrument to ensure safe navigation at sea. But more than it, marine spatial data can be used more widely for maritime security purposes. Using the concept of the physical basis of the state by Buzan, there is a connection between a region, natural resources and humans; Where each threat can be detected by threats to natural resource objects and man-made objects. This is also depicted on nautical map products which depict all objects (natural and artificial) on land and sea. Jakarta Bay is also a very important water area in the shipping system in Indonesia. However, in the period from 2015 to 2023 there are various violations in the waters of Jakarta Bay, such as sand dredging without permission, marine pollution due to waste, theft of undersea cables, drug smuggling, illegal fuel ship to ship activities, pirate syndicates, smuggling of luxury goods, and theft accompanied by destruction of fish haven. The problem of violations is also something that needs to be researched, considering that there are quite a lot of security posts around the waters of Jakarta Bay. This research uses a mix method with Delphi analysis, in order to obtain a common consensus in the use of marine spatial data to identify potential violations in the waters of Jakarta Bay. Collecting data using systematic interview sessions then found variables related to: Use of Marine Spatial Data (X1), Government Regulations (X2), Spatial Objects or areas identified as potential violations (X3), Background (X4), and Security Strategy Maritime (X5). Where the results of this research are 22 variables that strengthen this research in identifying potential areas or locations of violations from the perspective of 7 experts from each institution such as: Pusat Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut, Direktorat Kenavigasian-Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai-Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Ditpolairud Polda Metro Jaya, and Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia; which is directly related to security at sea in order to realize maritime security.