Tatanan spatial di pemukiman informal seperti Kampung Kolong Tol Angke menggambarkan dinamika sosial dan spatial yang rumit. Area abu-abu di bawah kolong Tol Angke menyediakan hunian yang mampu dijangkau tetapi menghadapi masalah seperti isolasi sosial dan dikecualikan dari perencanaan kota formal. Meskipun terdapat masalah tersebut, ikatan sosial yang kuat dan ketahanan komunitas membantu kemajuan sosial dan ekonomi. Organisasi spatial yang organik, meliputi jaringan jalan dan area komunal, memperkuat interaksi sosial dan partisipasi komunitas, menciptakan suasana yang vibrant dan hidup. Mengenali struktur sosial-spatial ini sangat penting untuk para perencana kota untuk dapat memasukkannya dalam perencanaan kota yang formal, meningkatkan inklusivitas dan keberlanjutan. Adanya elemen formal dan informal berdampingan menunjukkan perlunya kebijakan perkotaan yang memperhatikan kebutuhan beragam penduduk, meningkatkan integrasi sosial dan keadilan spatial.
The spatial organization in informal settlements like Kampung Kolong Tol Angke illustrates complex social and spatial dynamics. The gray areas beneath the Angke toll bridge provide affordable housing but face issues such as social isolation and exclusion from formal urban planning. Despite these challenges, strong social bonds and community resilience contribute to social and economic progress. The organic spatial organization, including networks of streets and communal areas, enhances social interaction and community participation, creating a vibrant and lively atmosphere. Recognizing this social-spatial structure is crucial for urban planners to incorporate it into formal city planning, enhancing inclusivity and sustainability. The coexistence of formal and informal elements highlights the need for urban policies that consider the diverse needs of all residents, improving social integration and spatial justice.