Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban berlapis yang ditanggung perempuan pedagang di Pasar Kebayoran Lama. Selama ini, beban berlapis perempuan hanya diartikan sebagai kerugian akibat adanya peran perempuan secara umum. Penulis berargumen bahwa beban berlapis perempuan pedagang semakin berat dengan adanya digitalisasi yang selama ini dianggap dapat meningkatkan peluang yang menguntungkan karena digitalisasi memerlukan peningkatan kemampuan, alat teknologi, dan waktu yang lebih sebelum perempuan pedagang di pasar dapat merasakan manfaat tersebut. Untuk mengkaji persoalan ini, peneliti menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam dengan perempuan pedagang di pasar tradisional dan observasi langsung di pasar tradisional. Dalam kajian ini, penulis menemukan bahwa beban berlapis yang ditanggung oleh perempuan pedagang pasar berkaitan dengan era digitalisasi saat ini. Dalam beban produktif, perempuan pedagang harus beradaptasi dengan teknologi untuk berjualan online. Dalam beban reproduktif, beban mereka bertambah dengan adanya tugas mendampingi anak saat pembelajaran online. Sementara itu, untuk pengelolaan komunitas, digitalisasi memungkinkan komunikasi terjadi kapan saja di luar waktu pertemuan komunitas. Ketiga beban tersebut saling berhubungan dan memberikan dampak tersendiri bagi perempuan pedagang, seperti dampak terhadap kesehatan, waktu luang untuk diri sendiri dan keluarga, serta ekonomi. Dalam mengatasi dampak tersebut, perempuan pedagang memiliki cara khusus, namun cara yang digunakan seringkali menambah beban yang sudah mereka miliki. Implikasinya, perempuan pedagang memerlukan program pelatihan dan dukungan yang memungkinkan mereka untuk menguasai teknologi digital, memanfaatkan platform e-commerce, dan memahami strategi pemasaran online guna menghadapi beban berlapis di era digitalisasi.
This study aims to determine the multiple burdens borne by women traders in Kebayoran Lama Market. So far, the layered burden of women has only been interpreted as a disadvantage due to the role of women in general. The author argues that the multiple burdens of women traders are exacerbated by digitisation, which has been considered to increase profitable opportunities because digitisation requires increased skills, technological tools, and more time before women traders in the market can experience these benefits. To study this issue, the researcher used a qualitative method, by conducting in-depth interviews with women traders in traditional markets and direct observation in traditional markets. In this study, the author found that the multiple burdens borne by women market traders are related to the current digitalisation era. In the productive burden, women traders must adapt to technology to sell online. In reproductive burden, their burden increases with the task of accompanying children during online learning. Meanwhile, for community management, digitalisation allows communication to occur at any time outside of community meetings. The three burdens are interconnected and have their own impacts on women traders, such as impacts on health, free time for themselves and their families, and the economy. In overcoming these impacts, women traders have specific ways, but the methods used often add to the burden they already have. The implication is that women traders need training and support programmes that enable them to master digital technology, utilise e-commerce platforms, and understand online marketing strategies to deal with the multiple burdens of digitalisation.