Skripsi ini membahas pengalaman penyandang disabilitas tunanetra menjadi barista kedai kopi. Saya mencoba mengeksplorasi berbagai aspek para pekerja kedai kopi dan aktor yang terlibat dalam pengalaman tersebut seperti cerita pembelajaran membuat kopi, adaptasi dan ableisme yang dialami. Penelitian ini melihat adaptasi yang dilakukan oleh penyandang disabilitas tunanetra dilakukan melalui kemampuan multisensori seperti pendengaran dan sentuhan, untuk “melihat” dunia sekitar dan pekerjaan kedai kopi sebagai bentuk adaptasi. Selain adaptasi, ditemukan juga bahwa mereka juga melakukan mutual aids ke sesama penyandang disabilitas dengan melakukan pelatihan dan bantuan lainnya. Dari bantuan sesama, suatu komunitas juga terbangun dengan dasar kesamaan perjuangan dan pengalaman yang dialami oleh penyandang disabilitas tunanetra. Bantuan yang mereka lakukan didasari atas kesamaan di antara mereka baik dengan kesamaan kedisabilitasan, pengalaman hidup, dan status ekonomi. Bantuan tersebut, mereka berharap akan terbukanya kesempatan di ekonomi dan kemampuan untuk bekerja di dunia yang berpandang ableist apa yang bisa dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh penyandang tunanetra.
This Thesis talks about the blind disability work as a coffee shop barista. I try to explore various aspects of the coffee shop barista and related actors that involve the story of learning how to make coffee, adaptation, and ableism. This research also looks at the adaptation that is done through multisensory ability like hearing and touch to “see” the world and the barista job as a form of adaptation. Besides adaptation, apparently they also do mutual aid to fellow people with disabilities through training and other forms of aid. With those aids, a community is also built with the basis of similarities in struggles and experiences by people with disabilities. With those aids, the blind barista hoping for new opportunities in economy and working skill in world that have ableist view on what can blind people do and what they cannot do.