Jumlah emisi CO2 di dunia terus meningkat, di mana kontributor terbesarnya adalah pembakaran bahan bakar fosil dan sektor transportasi. Di Indonesia, sektor transportasi menyumbangkan emisi sebesar 27% dari total keseluruhan emisi CO2 sehingga pemerintah Indonesia mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2050. Namun, pengisian daya mobil listrik memakan waktu yang lama sehingga dibutuhkan alternatif lain yang dapat melakukan pengisian daya mobil listrik dalam waktu yang cepat. Stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) dapat menjadi solusi karena hanya membutuhkan waktu ± 5 menit untuk menukar baterai kosong dengan baterai yang telah terisi penuh. Selain itu juga, dibutuhkan energi baru dan terbarukan untuk menghasilkan listrik, yaitu dengan menggunakan energi surya karena intensitas radiasi matahari yang tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai analisis risiko investasi pembangkit listrik tenaga surya pada atap SPBKLU di rest area jalan Tol Trans Jawa. Mobil listrik yang digunakan berkapasitas 58 kWh dengan jenis baterai Li-ion. Simulasi PLTS menunjukkan bahwa lokasi tempat SPBKLU akan dibangun adalah rest area KM626A di Waduan dengan daya listrik yang dihasilkan oleh panel surya sebesar 31,569 MWh/tahun. Biaya penukaran untuk sekali penukaran baterai mobil listrik adalah Rp50.000 dengan biaya listrik Rp2.446/kWh. Nilai parameter kelayakan investasi proyek pembangunan PLTS atap pada SPBKLU untuk mobil listrik yang dihasilkan adalah net present value (NPV) sebesar Rp11.044.951.738, internal rate of return (IRR) sebesar 23,659%, profitability index (PI) sebesar 2,28, dan payback period (PBP) selama 4 tahun 6 bulan. Dengan derajat keyakinan nilai parameter investasi lebih dari 50% pada simulasi Monte Carlo, menandakan bahwa proyek investasi layak untuk dijalankan. Komponen yang paling berpengaruh terhadap nilai parameter investasi NPV, IRR, PBP, dan PI adalah biaya dan banyak listrik yang digunakan, juga biaya dan banyaknya pertukaran baterai mobil listrik.
Global CO2 emissions caused by burning fossil fuels and the transportation sector have continuously increased. In Indonesia, the transportation sector accounts for 27% of the total greenhouse gas emissions. Therefore, the government has hastened the utilization of electric vehicles to achieve net-zero emissions by 2050. However, charging an electric car is a time-consuming process. Thus, public electric vehicle battery swapping stations (SPBKLU) are needed to combat that issue because they can swap the electric vehicle battery for approximately five minutes. Furthermore, renewable energy for electricity generation is also needed. Because of the high number of solar radiation and irradiance in Indonesia, solar PV system can be used as a source of electricity. In order to implement this technology in Indonesia, investment risk analysis of solar PV systems on the rooftop of a SPBKLU in a rest area of Trans Java Toll Road is required to determine the feasibility of the investment. The batteries for electric cars are Li-ion batteries with a capacity of 58 kWh. Solar PV simulation shows that the location where the SPBKLU will be built is in KM626A rest area in Waduan with energy generated by solar PV of 31,569 MWh/year. Each battery swap cost Rp50.000 and Rp2.446/kWh. The value of investment feasibility parameters are net present value (NPV) of Rp11.044.951.738, internal rate of return (IRR) of 23,659%, profitability index (PI) of 2,28 and payback period (PBP) for 4 years 6 months. With certainty levels over 50% using Monte Carlo Simulation, this indicates that the investment project is feasible. The most influential components of the investment parameter value (NPV, IRR, PBP, and PI) are the cost and amount of electricity used, as well as the cost and number of electric car battery swapping.