Dalam pelaksanaan lelang, disyaratkan adanya Nilai Limit yang ditetapkan oleh Penjual (kreditur) dengan nilai pasar sebagai prioritas pertama (batas atas) dan nilai likuidasi sebagai alternatif terakhir (batas bawah). Tidak diaturnya ketentuan mengenai kewajaran penetapan Nilai Limit mengakibatkan banyaknya gugatan perdata yang diajukan oleh pihak tereksekusi untuk menuntut ganti kerugian karena objek jaminannya dijual jauh dibawah harga pasar. Penelitian ini akan menjawab bagaimanakah pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum dalam penetapan nilai limit lelang hak tanggungan dalam suatu gugatan perdata dan bagaimanakah metode valuasi objek lelang berupa tanah dan bangunan berdasarkan Appraisal atau
Penilai Publik, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif melalui kajian terhadap bahan pustaka maupun data sekunder, serta studi kasus terhadap pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara perdata nomor 213/Pdt.G/2020/PN Bdg. Bahwa pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum dalam penetapan nilai limit lelang hak tanggungan dalam suatu gugatan perdata seharusnya tidak hanya dilakukan dengan menguji unsur pengertian PMH dalam arti sempit yaitu ada atau tidaknya pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain dan/atau pelanggaran atas kewajiban hukum pelaku, namun juga PMH dalam arti luas yakni bertentangan dengan kesusilaan baik, ataupun bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian. Kemudian, untuk menentukan dasar nilai yang akan digunakan sebagai nilai limit, setiap penilai/penaksir dalam melakukan valuasi objek lelang harus menggunakan pedoman pada Standar Penilaian Indonesia (SPI) 205 yang
dikeluarkan oleh Majelis Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan PMK Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang berlaku melalui pendekatan diantaranya pendekatanpasar, pendapatan, dan biaya
In carrying out an auction, a Limit Value is required to be determined by the Seller(creditor) with market value as the first priority (upper limit) and liquidation valueas the last alternative (lower limit). The absence of provisions regulating thefairness of limit value determination results in many civil lawsuits being filed byexecutable parties seeking compensation because the collateral object is sold farbelow the market price. This research will answer how the fulfillment of the elementof unlawful acts in determining the limit value of auctions in a civil lawsuit and thevaluation method for auction objects in the form of land and buildings based onAppraisals or Public Appraiser, using juridical-normative research methodsthrough a study of literature and secondary data, as well as case studies on theconsiderations of the Panel of Judges in the civil case number 213/Pdt.G/2020/PNBdg. The fulfillment of the element of unlawful act in determining the limit value ofthe mortgage auction in a civil lawsuit should not only be carried out by examiningthe element of unlawful act in the narrow sense, namely whether or not there is aviolation of the subjective rights of other people and/or a violation of theperpetrator's legal obligations, but also unlawful act in a broad sense which iscontrary to good decency, or contrary to propriety, thoroughness, and prudence.Then, to determine the basic value to be used as the limit value, eachappraiser/appraiser in valuing the auction object must use the guidelines in theIndonesian Appraisal Standard (SPI) 205 issued by the Indonesian AppraiserProfession Council (MAPPI) and Minister of Finance Regulation on AuctionImplementation Guidelines, through several approaches including marketapproach, revenue approach, and cost approach