Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara industrialisasi, energi terbarukan, dan emisi karbon pada sampel 9 negara ASEAN periode 1990–2019. Dengan estimasi Pooled Mean Group-Autoregressive Distributed Lag (PMG- ARDL), membuktikan hipotesa EKC dalam analisis jangka pendek dan jangka panjang di ASEAN. Selain itu, energi terbarukan memediasi hubungan antara industrialisasi dan emisi CO2. Dalam jangka pendek, keberadaan hipotesis EKC juga ditemukan di hampir semua anggota ASEAN. Saat menguji efek moderasi energi terbarukan dalam industrialisasi, energi terbarukan dapat mempercepat titik balik emisi CO2 per kapita di Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Malaysia. Maka dari itu, negara-negara di ASEAN harus terus meningkatkan sektor industrinya sesuai dengan hipotesis EKC yang divalidasi dalam penelitian ini, dengan tetap mengintensifikasikan energi terbarukan di sektor industri untuk perbaikan lingkungan.
This research examines industrialisation, renewable energy, and carbon emissions in 9 ASEAN nations from 1990 to 2019. Based on Pooled Mean Group-Autoregressive Distributed Lag (PMG-ARDL) estimate, short- and long-term studies reveal ASEAN has EKC. Renewable energy also mediates industry value add-CO2 emissions. Short-term, most ASEAN members support the EKC theory. Renewable energy can change the turning point of CO2 emissions per capita in Cambodia, Laos, Myanmar, Philippines, Singapore, and Malaysia throughout industrialisation. Thus, switching to renewable energy might mitigate ASEAN’s environmental damage from development. According to the models’ EKC hypothesis, regional nations should keep boosting their industry sector. ASEAN energy target nations must deploy renewable energy in industry sectors for environmental benefits.