Kekerasan kolektif merupakan gejala sosial dalam masyarakat yang acap kali dicetuskan oleh konflik antar pribadi. Demikian halnya yang terjadi dalam Lembaga Pemasyarakatan, pada awalnya konflik terjadi antar individu, kemudian berkembang menjadi konflik antar kelompok sampai dalam bentuk kekerasan kolektif.
Konflik dan kekerasan ini terjadi karena masing-masing atau salah satu narapidana membawa identitas kelompoknya, seperti kelompok kamar atau blok, etnis, kelompok narapidana atau kelompok tahanan.
Kekerasan kolektif antar narapidana cenderung menimbulkan orang terluka, cidera, kehilangan nyawa, dan kerusakan benda atau barang; suasana tidak aman dan tidak nyaman, sehingga menghambat pelaksanaan pembinaan.
Selama ini Lembaga Pemasyarakatan telah menempuh upaya untuk mengatasi konflik dart kekerasan, yaitu : memberikan pengarahan, peringatan dan teguran, melakukan tindakan fisik, "tutupan sunyi", atau meniadakan dan menunda hak-hak tertentu, serta melakukan pemindahan dan proses hukum bagi yang terlibat.
Namun demikian kekerasan masih terus berlangsung. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya preventif dan promotif yang lebih efektif dan menyentuh akar permasalahannya.
Penulis mencoba mengajukan program intervensi untuk kalangan narapidana dalam bentuk permainan peran atau sirriulasi, dan untuk petugas serta beberapa narapidana tertentu dengan program pelatihan negotiating dan mediating skill.
Diketahui bahwa jumlah Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia cukup besar, sedangkan persediaan dana dan waktu sangat terbatas. Oleh karena itu, penyelenggaraan program intervensi ini akan dilaksanakan secara bertahap berdasarkan prioritas. Program ini diajukan dengan alasan : pertama, memungkinkan terjadinya kontak, kerja sama, dan komunikasi pada semua pihak, sehingga diharapkan dapat terjalin hubungan yang sating percaya dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama; kedua, dengan alasan yang pertama tersebut, diharapkan akan tumbuh orientasi komunitas pergbuni Lembaga Pemasyarakatan bukan orientasi grouping yang cenderung menimbulkan sikap dan prasangka in-group/out-group, ordinat sub ordinat, superior dan inferior pada kelompok-kelompok narapidana.