ABSTRAKPerkawinan yang didasari karena faktor social, dilaksanakan dengan singkat tanpa memikirkan biaya, tidak memperhatikan peraturan undang-undang perkawinan, merupakan perkawinan yang mudah dilakukan atau lebih dikenal dengan nikah sirri, perkawinan yang tidak sah karena perkawinan tersebut tidak dicatat menurut
peraturan perundang-undang negara yang berlaku. Perkawinan sirri banyak merupakan pihak perempuan dan anak-anak karena perkawinan tersebut tidak mempunyai kepastian hukum, perkawinan sirri tidak mempunyai surat
atau akta nikah. Dengan maraknya perkawinan sirri, penulis, dalam tesis ini meneliti bagaimana akibat hukum dari perkawinan sirri berdasarkan sebuah kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 253K/PID/1999, yaitu kedudukan istri, hak anak dan harta bersama apakah mempunyai kekuatan hukum dalam perkawinan sirri, apakah istri dan anak berhak atas harta bersama. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis
normative. Penelitian dilakukan dengan bahan hukum
primer yaitu Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
dan perundang-undangan lainnya, dilakukan dengan
menganalisa data secara kualitatif yaitu dengan cara
meneliti akibat hukum dani perkawinan sirri. Dengan menggunakan pola pikir induktif deduktif diperoleh kesimpulan yaitu perkawinan yang tidak dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan dan tidak terdaftar adalah perkawinan yang tidak sah, perkawinan dianggap tidak pernah ada, karena tidak sesuai dengan Undangundang Perkawinan No. 1 tahun 1974, kedudukan sebagai isteripun tidak sah, tidak berhak atas nafkah dan waris, begitu pula dengan status anak adalah anak luar kawin yang tidak berhak mewaris. Saran yang diharapkan agar
menghindari perkawinan sirri, lakukan pencatatan perkawinan dan pemerintah meninjau kembali Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974.