Indonesia menganut paham perlunya peranan negara (state intervention) dalam mengelola sumber daya tanah, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45, dan dijabarkan lebih lanjut dalam UUPA. Peranan negara dalam mengelola sumber daya tanah tersebut bertujuan untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan orientasinya adalah tercapainya akses yang adil dalam perolehan dan pemanfaatan tanah. Peranan negara tersebut dilaksanakan lewat serangkaian kebijakan pertanahan (land policy).
Penelitian ini mengkaji tentang dampak kebijakan pertanahan tahun 1955-1998 bagi masyarakat. Tujuan penelitiannya adalah (1) menggambarkan kebijakan pertanahan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah, (2) mengetahui implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, dan (3) memberikan rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang. Penelitian ini termasuk ke dalam metode deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumenter, yang diperoleh melalui literatur/ pustaka, hasil-hasil penelitian terkait dan dokumen-dokumen. Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan mengenai hak atas tanah dan pendaftaran tanah lebih berjalan dan lebih dominan dibandingkan kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dan tata guna tanah. Instansi penyelenggara pertanahan (Badan Pertanahan Nasional) lebih banyak berperan sebagai administrator (pelayanan) pertanahan dibandingkan sebagai regulator (pengaturan) pertanahan.
Implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, ternyata menghasilkan kebijakan pertanahan yang tidak menciptakan kondisi pareto efisien yang menuju fungsi kesejahteraan rakyat, yang terjadi justru eksternalitas negatif. Hal ini dikarenakan kebijakan pertanahan tidak sepenuhnya melaksanakan UUPA.
Rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang harus diarahkan untuk sepenuhnya melaksanakan UUPA, yang berarti keseimbangan diantara kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah. Kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dilaksanakan untuk menata struktur penguasaan pemilikan tanah yang telah terlanjur timpang di masyarakat. Kebijakan mengenai tata guna tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penguasaan pemilikan tanah dan aspek hak atas tanah. Kebijakan mengenai hak atas tanah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Kebijakan mengenai pendaftaran tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek tata guna tanah.
Pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan merupakan suatu yang harus dilaksanakan. Namun perlu kehati-hatian, jangan sampai kesalahan kebijakan pertanahan di masa lalu terulang kembali di daerah. Dalam pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan, instansi penyelenggara pertanahan (BPN) seharusnya dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change).