Para ahli ilmu pengetahuan sosial terutama para antropolog pada umumnya sependapat, bahwa "There are no peoples however primitive without religion and magic" (tidak ada bangsa bagaimanapun primitifnya, yang tidak memiliki agama dan magi) (Malinowski 1954:17). Karenanya berbagai pendapat muncult tentang keberadaan dan makna agama di tengah kehidupan masyarakat manusia (Ali 1976:138). Hal demikian menunjukkan bahwa agama adalah:
A sets of beliefs, practices, and institution which men have evolved in various societies, so far asa they can be understood, as responses to those aspects of their life and situation which are believed...(Seperangkat kepercayaan, praktek-praktek dan pranata-pranata yang dikembangkan oleh manusia dalam berbagai masyarakat. Biasanya sejauh yang dapat mereka mengerti, sebagai tanggapan-tanggapan kepada aspek-aspek dari situasi kehidupan yang dipercayai manusia itu sendiri...(Parsons 1972:89)).
Pembahasan tentang fungsi dan makna agama (kepercayaan) dalam kehidupan umat manusia sangat luas cakupannya, sehingga banyak pandangan dan pendapat yang dikemukakan. Diantaranya seperti yang disimpulkan oleh Sigmund Freud (dalam Erich Fromm 1988: 10) Keberadaan agama berawal dari ketakberdayaan manusia dalam melawan kekuatan-kekuatan alam, yang ada di luar diri manusia, dan karena manusia belum mampu mempergunakan segenap rationya untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan apa dibelakang gejala alam tersebut.