PendahuluanBertitik tolak dari suatu pengamatan, akhir-akhir ini aspek globalisasi seringkali menjadi sorotan, baik pemerintah maupun masyarakat, bahkan dapat dijadikan kerangka acuan dalam melakukan suatu pengkajian dan perencanaan pembangunan.
Dalam era globalisasi, hampir semua segi kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara di seluruh dunia menunjukkan sifat-sifat global dalam arti memiliki persamaan dan persesuaian, serta memiliki sifat saling ketergantungan. Khususnya hal ini berlaku di bidang ekonomi, terutama pada perdagangan internasionai, karena adanya ketergantungan antarnegara di bidang perdagangan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan hal ini timbul suatu pertanyaan, bagaimanakah peranan hukum dalam globalisasi ekonomi tersebut?
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, terlepas dari resesi yang dialami, pada umumnya perekonomian dunia mulai pulih kembali, dan pertumbuhan ekonomi mulai terlihat sejalan dengan berkembangnya bidang industri.
Perdagangan hasil industri, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, atau kegiatan eksport/impor, tidak dapat dielakkan lagi. Ketergantungan antar negara akan kebutuhan primer maupun sekunder masyarakatnya, makin menonjol.
Kegiatan perdagangan basil industri tersebut tentu saja tidak dapat berdiri sendiri. Tanpa ditunjang oleh prasarana dan sarana terkait lainnya yang memadai, tentu saja kegiatan itu tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sebagai contoh, sarana angkutan yang merupakan unsur penting dalam kegiatan perdagangan. Kegiatan angkutan itu sendiri, di satu sisi hanya merupakan sarana penunjang dari suatu kegiatan perdagangan barang. Namun dari sisi lainnya, kegiatan angkutan tersebut merupakan suatu jenis jasa yang dapat diperdagangkan. Maka dalam kedua pengertian ini, kegiatan angkutan bukan hanya sarana penunjang perdagangan, tetapi suatu komoditi, yang dapat memasukkan devisa secara langsung karena jasa angkutan itu sendiri yang diperdagangkan.
Dengan berkembangnya bidang industri, maka semakin berkembang pula perdagangan basil industri, yang akhirnya diikuti dengan semakin berkembangnya perdagangan jasa angkutan. Sebaliknya apabila semakin menurun kegiatan perdagangan akibat lesunya perindustrian, maka akan berakibat menurun pula kegiatan jasa, termasuk perdagangan jasa angkutan.
Selain adanya hubungan timbal balik di atas, segi teknologi sangat berperan dalam penyelenggaraan angkutan. Sarana angkutan yang memadai akan melancarkan perpindahan barang dari satu tempat ke tempat yang dituju. Setiap sarana angkutan, baik itu angkutan udara, darat maupun angkutan laut, sarat akan penggunaan teknologi canggih. Sebagai contoh di bidang angkutan laut, dari mulai dengan kapal yang digerakkan oleh tenaga energi angin berkembang menjadi kapal yang digerakkan oleh energi minyak hingga energi nuklir. Demikian pula jenisnya, dari kapal kargo, dengan perkembangan teknologi, maka muncul jenis semi-container, container, dan Roro atau jenis Lash.
Setiap perubahan yang terjadi karena adanya perkembangan teknologi ini melahirkan juga dampak tersendiri. Antara lain dampak yang dapat diutarakan di sini adalah meningkatnya persaingan. Dalam dunia bisnis persaingan tidak hanya dapat dilihat sebagai sesuatu yang berakibat negatif, karena suasana persaingan itu sendiri dapat merupakan sarana pendorong, dalam arti bahwa yang dilakukan adalah persaingan yang wajar (fair competition). Dalam hal perdagangan jasa angkutan laut luar negeri Indonesia, persaingan yang wajar dapat terjadi jika perusahaan-perusahaan pelayaran asing yang ikut serta dalam pengangkutan barang-barang ekspor/impor Indonesia memiliki kemampuan, baik teknologi, managemen maupun finansial, yang seimbang dengan perusahaan-perusahaan pelayaran nasional.