Penelitian ini mengkaji aspek-aspek yang mendasari perubahan fungsi ruang publik, di lingkungan pemukiman padat perkotaan, dan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya konflik. Penelitian ini mencoba untuk menemukan bagaimana jaringan sosial serta pola organisasi sosial komunitas perkampungan kota, berperan dalam penguasaan ruang publik dan dalam persoalan konflik-konflik yang ada. Penelitian ini juga untuk memahami persepsi dan makna ruang publik bagi komunitas perkampungan kota.
Unit analisisnya adalah warga komunitas pemukiman ekonomi lemah perkotaan (perkampungan), sebagai studi kasus yaitu komunitas perkampungan Manggarai khususnya RW.02 dan RW.03 kelurahan Manggarai, kec. Tebet, Jakarta Selatan. Dengan memanfaatkan pengetahuan warga masyarakat setempat sebagai pedoman untuk melihat gejala-gejala yang ada, pengkajian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan etnik dengan perspektif fenomenologi, yaitu pendekatan yang berusaha melihat gejala-gejala yang ada sesuai dengan makna yang diberikan oleh warga masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan metode pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara. Analisa data dilakukan melalui aktifitas yang dilakukan secara simultan dengan pengumpulan data, interpretasi data dan narasi dari laporan tertulis.
Dalam tahap penelitian ini ruang publik dikaji sebagai teritorial tempat berkumpulnya kelompok sosial, dan juga berfungsi sebagai sumber daya yang berharga, baik bagi kepentingan sumber mata pencaharian maupun bagi kepentingan kegiatan kehidupan sehari-hari termasuk kepentingan kedekatan warga dalam jaringan hubungan sosialnya, yang dilatarbelakangi oleh kondisi sosial warga komunitas yang tergolong miskin dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Penelitian ini juga mengungkapkan bagaimana konflik terjadi akibat pertemuan antara kelompok sosial yang memiliki pola perilaku yang berbeda dari kebudayaan yang berbeda di dalam suatu ruang publik, dan adanya penguasaan ruang publik yang bukan di dalam Batas teritorialnya. Dan konflik itu berkembang sebagai suatu bentuk agresi (tawuran), ketika menyangkut masalah solidaritas yang dimiliki warga komunitas tersebut. Solidaritas terbentuk melalui jaringan hubungan sosial yang kuat, dan terbina dalam kebersamaan mereka setiap harinya pada ruang publik, tempat mereka berkumpul.