Konsekuensi logis dari penugasan public service obligation (PSO) adalah negara
bertanggung jawab untuk memberikan sejumlah kompensasi berupa dana bantuan PSO
kepada PT XYZ. Namun, sengketa timbul ketika pemeriksa dan wajib pajak bersilang
pendapat pada perlakuan pajak penghasilan atas dana bantuan PSO tersebut, apakah dana
bantuan PSO dikategorikan sebagai objek pajak penghasilan atau non-objek pajak
penghasilan. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis perlakuan pajak penghasilan
yang ideal atas dana bantuan PSO ditinjau dari aspek teoritis dan yuridis. Penelitian ini
menelaah lebih lanjut perlakuan tersebut berdasarkan konsep penghasilan, pajak atas
penghasilan, asas certainty (kepastian) serta menganalisis implikasi berupa compliance
cost yang dihadapkan pada PT XTZ. Metode penelitian yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan paradigma post positivist dengan jenis penelitian
deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan teknik
pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara
mendalam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dana bantuan PSO memenuhi
kriteria untuk dikategorikan sebagai penghasilan menurut SHS income concept,
sedangkan untuk perlakuan pajak atas dana bantuan PSO sebagai objek pajak penghasilan
atau bukan sangat bergantung pada adanya hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
penguasaan diantara wajib pajak pemberi dan wajib pajak penerima. Sehingga perbedaan
interpretasi apakah Pemerintah selaku pihak pemberi merupakan wajib pajak atau bukan
menjadi poin krusial. Ketika baik pihak pemberi dan pihak penerima bantuan keduanya
merupakan wajib pajak maka perlakuannya dikategorikan sebagai objek pajak
penghasilan, sedangkan jika satu atau keduanya tidak dikategorikan sebagai wajib pajak
maka merupakan non-objek pajak penghasilan. Pada sengketa ini turut menjadi akar
permasalahannya adalah perbedaan interpretasi antara wajib pajak dan pemeriksa dalam
menentukan perlakuan pajak penghasilan atas dana bantuan PSO. Karena ketidakpastian
akibat perbedaan interpretasi tersebut berimplikasi pada naiknya compliance cost yang
harus ditanggung oleh PT XYZ akibat dari persengketaan yang terjadi.
The logical consequence of being assigned a public service obligation (PSO) is that thestate has responsibility for providing a number of compensation in the form of PSO grantsto PT XYZ. However, a dispute arises when the tax authority and the taxpayer has adifferent opinion on the tax treatment of the PSO grants, whether categorized as anincome tax object or a non-object. This research seeks to analyze the ideal tax treatmentfor PSO funding based on theoretical and juridical aspects. This research examines thetax treatment based on the income concept (SHS income), the income tax concept, theprinciple of tax certainty concept, also analyzes the implications of compliance costsfaced by PT XYZ. The research method used is a quantitative approach with a postpositivistparadigm with descriptive research type. The types of data used are primary andsecondary data with data analysis techniques are library research and in-depth interviewfield studies. This research concluded that the PSO grants met the criteria to becategorized as an income according to the SHS income concept. Meanwhile, for the taxtreatment of PSO grants as income tax objects or not, it is highly dependent on theexistence of a business relationship, occupation, ownership, and control between thetaxpayer and the crucial point is the interpretation of whether the Government as ataxpayer or not. When both the giver and the recipient are both taxpayers, they arecategorized as income tax objects, but if they are not categorized as taxpayers, they arecategorized as non-income tax objects. The main problem in this tax dispute is thedifferent interpretation between taxpayers and tax authorities in the tax treatment of PSOgrants. The uncertainty caused by this misinterpretation has implications for an increasein compliance costs that must be borne by PT XYZ as a result of the dispute.