Pengawasan dalam bentuk evaluasi dari Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kepada kabupaten/kota di bawahnya menjadi salah satu faktor dalam konsistensi perencanaan pembangunan dan penganggaran di daerah, Sugiarto (2015). Sebagai kabupaten dengan laju pertumbuhan tertinggi di Jawa Barat, Kabupaten Bekasi harus memperhatikan perencanaan pembangunan daerahnya. Faktanya, peran gubernur untuk pengawasan ke Kabupaten Bekasi terdapat kendala. Pisau analisis dalam penelitian ini yaitu, model implementasi kebijakan Meter dan Horn (1975), proses pengawasan Griffin (2004) dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan Tugiman (1996). Melalui pendekatan penelitian kualitatif deskriptif, penelitian menganalisis implementasi serta faktor yang mempengaruhi dari implementasi kebijakan pengawasan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bekasi oleh Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan, implementasi kebijakan belum optimal. Hal dilihat mulai dari penetapan standar pengawasan. Gubernur yang mengemban 2 (dua) fungsi tidak disertai struktur organisasi dan mekanisme penganggaran yang mendukung. Peran pimpinan belum cukup menjamin keberhasilan pengawasan, karena adanya bias politik dalam tatanan implementasi pengawasan. Rekomendasi dari penelitian ini, agar dilakukan kajian ulang terkait dengan peraturan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Pola kerja yang per output juga menjadi solusi dari di Bappeda Provinsi Jawa Barat. Sistem informasi yang mempermudah pengawasan dengan didukung SOP untuk proses pengawasan di internal Bappeda maupun komunikasi antar pelaksana perlu segera disusun.
Supervision in the form of evaluation from the Governor as the representative of the central government to the districts / cities below becomes one of the factors in the consistency of development planning and budgeting in the region, Sugiarto (2015). As a district with the highest growth rate in West Java, Bekasi Regency must pay attention to its regional development planning. In fact, the role of the governor for supervision of Bekasi Regency has obstacles. The knife of analysis in this research is the policy implementation model of Meter and Horn (1975), the supervision process of Griffin (2004) and the factors that influence the supervision of Tugiman (1996). Through a descriptive qualitative research approach, research analyzes the implementation and the influencing factors of the implementation of the regional development planning supervision policy of Bekasi Regency by West Java Province. The results of the study show that policy implementation is not optimal. Things are seen starting from the standard setting of supervision. The governor who carries 2 (two) functions is not accompanied by an organizational structure and supporting budgeting mechanism. The leadership role is not enough to guarantee the success of supervision, because of the political bias in the order of implementation of supervision. Recommendations from this study, so that a review is carried out related to the regulation of the role of the governor as a representative of the central government. The work pattern per output is also a solution in the West Java Province Bappeda. An information system that facilitates oversight with the support of SOPs for Bappeda`s internal monitoring process and communication between implementers needs to be prepared immediately.