Standar keamanan pangan dan kesehatan produk pangan dan pertanian telah menjadi isu yang penting di banyak negara di dunia. Perjanjian WTO tentang penerapan tindakan SPS memungkinkan negara-negara untuk mengadopsi peraturan mereka sendiri sehingga menyebabkan beragamnya standar keamanan yang berlaku di dunia. Studi mengenai standar keamanan pangan yang telah dilakukan umumnya menggunakan suatu ukuran spesifik dari Sanitary and Phytosanitary (SPS) yaitu Maximum Residue Limit of pesticide (MRL) terhadap suatu komoditas tertentu, dan sebagian besar studi hanya memfokuskan penelitiannya pada dampak agregat (negatif/positif) dari kebijakan SPS terhadap perdagangan.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan inventory menggunakan coverage ratio (CR) dari kebijakan SPS Indonesia terhadap impor produk pangan dan melihat perbedaan dampaknya secara disagregat terhadap negara-negara pengekspor. Secara agregat, CR dari kebijakan SPS Indonesia berdampak negatif dan signifikan terhadap impor produk pangan dan pertanian. Sedangkan secara disagregat dampaknya berbeda antara negara pengekspor yang merupakan kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang. Negara maju cenderung memperoleh keuntungan dari diberlakukannya kebijakan SPS di Indonesia, yang ditunjukan dengan dampaknya yang signifikan dan positif. Sedangkan CR untuk negara berkembang berdampak negatif dan signifikan.
Food safety and health standards of food and agriculture products have become an important issue in many countries around the world. The WTO Agreement on the adoption of SPS measures enables countries to adopt their own rules causing diverse safety standards prevailing in the world. Studies on food safety standards have generally employed a specific measure of Sanitary and Phytosanitary (SPS) namely Maximum Residue Limit of pesticide (MRL) of a particular commodity, and most studies focus only on the aggregate (negative / positive) impact of SPS policy on trade.This research uses inventory approach using coverage ratio (CR) from SPS Indonesia policy toward food product import and see the disaggregate effect difference to exporting countries. In aggregate, CR of the SPS Indonesia policy has a significant and negative impact on food and agricultural imports. While the disaggregate impact is different between the exporting country which is a group of developed countries and groups of developing countries. Developed countries tend to benefit from the enactment of SPS policies in Indonesia, which are shown with significant and positive impacts. While CR for developing countries has a negative and significant impact.