ABSTRAKNotaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
selama berada di dalam satu wilayah jabatan. Sebagai pejabat umum, Notaris dan
PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik. Dalam
menjalankan jabatannya, seorang Notaris/PPAT harus mengikuti ketentuan yang
sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang. Namun masih ada oknum
Notaris/PPAT yang bertindak diluar kewenangannya sehingga menimbulkan
akibat hukum. Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab seorang
Notaris/PPAT atas tindak pidana yang dilakukannya pada pembuatan akta
autentik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 143
K/Pid/2015 yang menyatakan bahwa Notaris/PPAT tersebut bersalah melakukan
tindak pidana penipuan terhadap kliennya. Metode penelitian yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi deskriptif
analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Notaris/PPAT tersebut terbukti
melakukan serangkaian perbuatan diluar dari kewenangannya dan tidak
menjalankan kewajiban jabatannya dengan baik sehingga ia harus bertanggung
jawab secara pidana atas kesalahannya yang menimbulkan kerugian bagi
kliennya. Penulis berpendapat, Notaris/PPAT tersebut juga dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata untuk mengganti kerugian yang telah diderita
oleh kliennya. Dengan adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan dengan
sengaja, ia juga dapat dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian dengan
tidak hormat.
ABSTRACTA Notary may double as a Land Deed Officer as long it remains in an area of
office. As a public officer, a Notary and Land Deed Officer is authorized to
draw up authentic deeds. In running his or her office, a Notary/Land Deed
Officer must comply with the provisions of the Law. However, there are
Notaries/Land Deed Officers acting beyond their authority and causing legal
consequences. This thesis discusses the responsibility of a Notary/Land Deed
Officer for the criminal act he commits in the drawing-up of authentic deeds
based on the Decree of the Supreme Court of the Republic of Indonesia
Number 143 K/Pid/2015, stating that the Notary/Land Deed Officer is guilty of
a criminal act of fraud against his clients. The method used in this research was
normative juridical method with analytical descriptive research typology. The
results of the research conclude that the Notary/Land Deed Officer was proven
to have committed a series of actions beyond his authority and he did not
perform the responsibility of his office properly, causing him to be held
accountable in criminal terms for his faults which harmed his clients.
According to the researcher, the Notary/Land Deed Officer may also be held
accountable in civil terms to pay compensation for the loss suffered by his
clients. With the offence of office he intentionally committed, he or she may
also be sanctioned administratively in the form of dishonorable discharge.