ABSTRAKPenelitian ini membahas tentang negosiasi identitas yang dilakukan oleh musisi klasik di tengah gempuran budaya dominan dalam industri musik yakni musik populer. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma konstruktivisme kritis dan ditempuh melalui analisis resepsi khalayak dari Stuart Hall. Hasil penelitian menyatakan bahwa informan remaja yang berada pada posisi ldquo;pembacaan rdquo; negosiasi dan oposisi terhadap negosiasi identitas Isyana Sarasvati justru merupakan informan dari musisi klasik itu sendiri. Musik klasik sebagai budaya subordinat dalam penelitian ini pun pada arena tertentu menjadi musik yang dominan, sebaliknya musik populer juga pada arena tertentu menjadi musik subordinat. Sehingga, budaya dominan dan populer merupakan sesuatu yang relatif dan dapat saling bertukar tempat. Peneliti mengidentifikasi musisi seperti Isyana Sarasvati ini sebagai ldquo;musisi posmodern rdquo; di mana identitasnya cair, tidak tetap, parsial, dan terfragmen, serta bisa berada pada posisi dominan dan subordinat sekaligus.
ABSTRACTThis research is discussing about identity negotiation of classical musician in the middle of dominant culture in music industries, which refers to popular music omnipresence. The research is conducted by using qualitative methods with critical constructivism approach and is undergone by Stuart Hall rsquo s 1980 reception analysis. The results show that youth informants who are in negotiated and oppositional ldquo reading rdquo positions surprisingly come from classical musician themselves. Classical music, which in this paper belongs to subordinate culture, in certain arena becomes dominant culture, and vice versa. Hence, what is defined by dominant and subordinate culture are interchangeably and contextual. This research is identifying some kind of ldquo Isyana Sarasvati rdquo musician as a ldquo postmodern musician rdquo , which has fluid, flexible, partial, unsecured, and fractured identities, also possibly become dominant and subordinate as well.