Menggambar dan maket bagi seorang arsitek, adalah sebuah "bahasa" yang memiliki "kata-kata" yang mudah dimengerti oleh kalangannya (seputar dunia arsitektur) dan juga oleh para klien yang umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda dengan arsitek. 'Bahasa" ini sangatlah dinamis dan mudah, dapat dibongkar pasang selama ada kesepakatan bersarna diantara si pengguna 'bahasa* serta dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika perkembangan arsitektur. Dalam dunia yang serba "instant" saat ini, “bahasa” yang digunakan seringkali mengalami kendala, bukan dari pembentukkannya melainkan dari penyampaiannya. Disatu sisi, dengan keberadaan teknologl informasi, penyampaian "bahasa" dipermudah dan menjadi sangat cepat. Sedangkan di sisi yang lain, keberadaan teknologi informal juga secara sadar dan tidak sadar telah "mengikis" bahkan terkadang "menghilangkan" intuisi “kemanusiaannya" yaitu skala uruang", sehingga secara iangsung dan tidak langsung, sadar dan tidak sadar teknologi informasi dapat menjadi ‘kawan” dan/atau “lawan" pada saat yang bersamaan. Bagaimanakah kurikulum pendidikan arsitektur menanggapi kondisi ini ? Kapankah teknologi informasi perlu diperkenalkan? Sampai sejauh manakah kurikulum dapat mengeksploitasi teknologi informasi?