Fatwa "haram" MUI terhadap kelompok homoseksual (LGBT) dan hukuman mati terhadap perilaku seksual "menyimpang" membuat rakyat Indonesia terguncang khususnya mereka yang merasa memiliki identitas gender "ketiga". "Agama" yang seharusnya memberikan jalan kemudian, seolah-olah mengubur hidup-hidup seseorang yang meiliki orientasi seksual homo. Padahal, instrumen hukum regional, nasional dan internasional tentang HAM mengakui hak-hak mereka sebagai manusia. Agama islam dalam hal ini syari'ah dan hukum Islam yang dijadikan landasan teologis fatwa MUI bertolak belakang dengan konseo HAM. Dengan demikian, penelitian Khaled M. Abou Ei-Fadl menjadi penting untuk dikaj. Khales berupaya merelai ketenggan antara agama (Islam) dan HAM dengan menggunakan pendekatan social humanity contemporary.