Ketiadaan regulasi yang mengatur penangkapan dan perdagangan teripang di hampir kebanyakan negara eksportir komoditas laut ini menyebabkan populasinya di alam semakin terancam. Perkiraan mengenai terjadinya tangkap lebih dan menurunnya populasi teripang di alam semakin banyak dibicarakan hingga menjadi pembahasan khusus CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang bermaksud untuk memasukkan teripang ke dalam apendik II dengan tujuan perlindungan. Dalam rangka menanggapi CITES maka setiap negara eksportir teripang perlu membuat daftar spesies teripang yang diperdagangkan yang telah dikonfirmasi secara taksonomi. Dalam kerangka ini, pengumpulan sampel teripang dalam bentuk segar dan diproses dilakukan untuk mengonfirmasi spesiesnya. Empat area di Indonesia (Karimunjawa, Situbondo, Spormonde, dan Ambon) dipilih untuk dijadikan lokasi pengumpulan dengan alasan karena keempat area tersebut merupakan lokasi penyelaman dan/atau penjualan teripang. Pengumpulan sampel dilakukan dari bulan Desember 2011 sampai Februari 2013. Identifikasi spesies menggunakan pengamatan morfologi dan spikula. Dari keempat lokasi tersebut didapatkan 27 spesies teripang, tiga spesies diantaranya Holothuria excellens, Holothuria turriscelsa dan Stichopus noctivagus belum pernah dilaporkan diperdagangkan di Indonesia maupun pasar Asia dan dunia. Perubahan komposisi spesies teripang yang ditangkap dan diperdagangkan tersebut bisa menjadi indikasi adanya tangkap lebih di habitat alaminya.