Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Kelas diatur ke dalam kelompok-kelompok kecil dan guru memberikan petunjuk berkenaan dengan tujuan yang hendak dicapai. Kelompok kecil ini bekerja melalui tugas hingga semua kelompok berhasil memahami dan menyelesaikan tugas tersebut. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan pada semua tugas dalam berbagai kurikulum untuk segala usia siswa. Pembelajaran kooperatif memberikan cara bagi para siswa mempelajari keterampilan hidup antar pribadi yang penting dan mengembangkan kemampuan untuk bekerja secara kolaboratifm, perilaku yang secara khusus diinginkan oleh sebagian besar organisasi untuk mendukung konsep kerja sama. Dewasa ini yang terjadi di sekolah, banyak guru menggunakan sistem komptetisi dalam pengajaran dan penilaian siswa. Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dalam suasana persaingan. Tidak jarang pula, guru memakai imbalan dan ganjaran sebagai sarana untuk memotivasi siswa dalam memenangkan kompetisi sesama siswa. Teknik imbalan dan ganjaran yang didasari oleh teori behaviorisme atau stimulus-respon ini, banyak mewarnai sistem penilaian hasil belajar. Tujuan utama evaluasi dalam model pembelajaran ini adalah menempatkan siswa dalam urutan mulai dari yang paling baik sampai dengan yang paling jelek. Pola penilaian biasanya, menempatkan sebagian besar siswa dalam kategori rata-rata, beberapa anak dalam kategori berprestasi, dan beberapa lagi sebagai calon tidak lulus. Akibat langsung pola penilaian semacam ini adalah sebagian besar anak harus melewati sedikitnya 12 tahun dalam masa hidup mereka sebagai anak yang rata-rata atau biasa-biasa saja. Siswa tidak pernah merasakan kebanggaan sebagai anak berprestasi. Secara positif, model kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang bisa memacu siswa untuk meningkatkan kegiatan belajarnya. Sedikit rasa cemas memang mempunyai korelasi positif dengan motivasi belajar.