ABSTRAKKebijakan subsidi bahan bakar minyak menyebabkan beban anggaran yang cukup
besar bagi pemerintah, terlebih pada saat harga minyak dunia meningkat tajam.
Kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM sampai dengan saat ini terus
memperoleh kritik dikarenakan dampak kebijakan yang diperkirakan dapat
meningkatkan angka kemiskinan. Studi ini meneliti dampak dari pengurangan
subsidi BBM terhadap kemiskinan dan kesenjangan. Studi ini menunjukkan
bahwa kebijakan pemberian subsidi BBM malah menimbulkan kesenjangan
dalam distribusi manfaat subsidi. Namun, pengurangan subsidi BBM tidak sertamerta
memperbaiki kesenjangan pendapatan. Studi ini juga menunjukkan bahwa
pengurangan subsidi BBM dapat meringankan beban anggaran pemerintah yang
timbul dari risiko volatilitas harga minyak dunia. Dengan menerapkan kebijakan
kompensasi yang tepat seperti bantuan kas yang tepat sasaran, stabilisasi harga
bahan pokok, dan realokasi dana ke sektor lain yang menunjang pembangunan
sumber daya manusia, pengurangan subsidi BBM diyakini tidak menyengsarakan
rakyat miskin, tetapi menguntungkan mereka dalam jangka panjang.
ABSTRACTThe fuel subsidy policy creates a strong fiscal burden for the government of
Indonesia, especially when the world oil price increases significantly. A policy
option to reduce fuel subsidies hitherto receives criticism because the policy is
expected to result in the increase of poverty rate. This paper examines the impacts
of fuel subsidy cuts on poverty and inequality. This study has shown that the fuel
subsidy policy has inequality issue. However, reducing fuel subsidies does not
necessarily improve income inequality. The study also found that reducing fuel
subsidies would ease the fiscal burden stemming from the volatility of the
international oil price. By implementing appropriate compensation policies such
as well-targeted cash transfer, commodity price stabilization, and reallocation of
the fund to other sectors supporting human capital development, the fuel subsidy
reduction will not hurt the poor, but benefit the poor in the long-run instead.