ABSTRAKHak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dilindungi oleh Pasal 18
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Indonesia telah meratifikasi
Kovenan ini sehingga Indonesia memiliki kewajiban internasional untuk
mengejawantahkan apa yang ada di dalam Kovenan tersebut. Namun, belum ada
harmoni antara kewajiban internasional Indonesia dengan hukum nasionalnya dan
implementasi yang ada di masyarakat. Peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ada masih bersifat diskriminatif dan menghilangkan esensi dari
hak tersebut. Kasus kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah dan tumpang
tindihnya peran negara dalam perkawinan lintas agama dan kepercayaan adalah
cerminan bahwa hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia
belum dilindungi sepenuhnya.
ABSTRACTFreedom of religion and beliefs is protected by Article 18 of the International
Covenant on Civil and Political Rights which Indonesia has ratified. It creates
international obligation for Indonesia to put the Covenant into effect. However,
there is inconsistency between Indonesia international obligation with its national
law and the implementation in society. It can be reflected by many discriminative
national laws that degrading the essence of the right to freedom of religion and
beliefs. Violence towards Ahmadiyah people and mixed administration in
interfaith marriage demonstrated that the right to freedom of religion and beliefs
has not yet been fully protected in Indonesia.