ABSTRAKTesis ini berfokus pada syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan
pembebasan hak atas tanah agar tanah yang telah dibebaskan tersebut menjadi
sempurna dan sah secara hukum serta mengenai batasan atau konsep suatu
pembebasan hak atas tanah serta batasan atau konsep suatu bidang tanah dapat
dikatakan sebagai tanah terlantar. Dari hasil penelitian, penulis berpendapat
bahwa putusan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
160/PK/PDT./2011 masih dirasa kurang tepat secara peraturan perundang –
undangan dan kurang berlandaskan keadilan. Penelitian dalam tesis ini adalah
berbentuk yuridis normatif yang sifatnya preskriptif analitis yang pada akhirnya
memberikan saran agar saksi ahli yang berkompeten di bidangnya dapat
dihadirkan dalam suatu persidangan, khususnya yang berkaitan dengan pertanahan
dan dirasa perlunya untuk merevisi beberapa peraturan hukum dalam bidang
pertanahan.
ABSTRACTThis thesis focuses on the conditions that must be met by the party that conducting
the liberation of land rights to land that has been liberated to be perfectly
legitimate and legally binding, as well as regarding to the concept or limitation of
rights over the land liberation as well as the limitation or concept to the land that
can be said to be displaced. From the results of research, the author argues that the
decision of the Tribunal of judges in the Supreme Court Verdict Number
160/PK/PDT./2011 still felt less precise on laws and less based on justice. The
research in this thesis is the juridical normative that shaped in prescriptive
analytical that ultimately provide recommendations to make a competent expert
witnesses in their field can be presented in a trial/court, particularly related to land
and felt the need to revise some of the legal regulations in the field of land.