Menegakkan diagnosis merupakan salah satu kompetensi dokter yang utama. Tantangan dalam mendiagnosis tersebut bisa datang dari sisi pasien dan sisi layanan kesehatan. Dari sisi pasien, faktor sosiodemografis pasien telak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan. Perilaku ini sendiri berkaitan dengan penalaran klinis seorang dokter. Maka itu, faktor sosiodemografis memiliki hubungan tidak langsung dengan diagnosis.Ketika seorang dokter sulit mengidentifikasi penyakit, maka diagnosisnya adalah Penyakit Tidak Teridentifikasi (R69).
Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional, pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia, melalui analisis data sekunder rekam medik pasien poliklinik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010. Sampel yang digunakan berjumlah 904 (Pria: 466, Wanita: 438) dengan kriteria inklusi 18-65 tahun, dipilih dengan proportional random sampling sesuai banyaknya pasien per departemen.
Didapatkan prevalensi R69 sebesar 5,6% dengan 84,3% dari jumlah tersebut terdapat pada Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Dilakukan uji chi-square, dan didapat hasil yang menunjukkan tidak ada satu pun faktor sosiodemografis yang memiliki hubungan bermakna (p<0,05) dengan penyakit tidak teridentifikasi (Usia p=0,570 dengan RRc=0,78; Jenis Kelamin p=0,285 dengan RRc=0,73; Pekerjaan p=0,972 dengan RRc=1,02; Asuransi Pembiayaan p=0,886 dengan RRc=0,92; Tingkat Pendidikan p=0,933 dengan RRc=0,93). Pada kepustakaan, terdapat faktor lain yang mungkin mempengaruhi proporsi Penyakit Tidak Teridentifikasi (R69) seperti fasilitas diagnostik dan kompetensi dokter.
Diagnosing is the main competency of medical doctor. The challenge to diagnose could be from patient or health care provider. It is known that sociodemographical factor has association with health seeking behaviour. This behaviour is related to physician?s clinical reasoning. Therefore, sociodemographical factors had an indirect association with diagnosis, regardless the other factors contributing in clinical reasoning. In case of disease could not be identified in clinical reasoning, diagnosis would be Unidentified Disease (R69). This research used cross-sectional method, in Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia, through secondary data analysis from medical record of polyclinic patient in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010. Sample was 904 (Male:466, Female: 438) with inclusion criteria 18-65 year old, chosen by propotional random sampling method as amount of patient in each department. The prevalence of R69 is 5.6% and 84.3% of R69 contained in medical record of Polyclinic of Internal Medicine. Analyzed by chi-square, and the result was no one of those factors have a significant association (p<0,05) with unidentified disease (Age p=0,570 with RRc=0,78; Gender p=0,285 with RRc=0,73; Job p=0,972 with RRc=1,02; Insurance p=0,886 with RRc=0,92; Education p=0,933 with RRc=0,93). In literature, there are another factor that may contribute to Unidentified Disease (R69) such as diagnostic facility and doctor?s competency.