Kehadiran seorang anak sangat diharapkan oleh sebagian besar pasangan suami istri,
tetapi pada kenyataannya ada pasangan suami istri yang mengalami masalah infertilitas
sehingga mereka belum mempunyai anak. Masalah infcrtilitas mcmpunyai cfck psikologis
yang signifikan baik pada suami maupun istri. Dalam situasi penuh tekanan seperti itu
seseorang akan berusaha melakukan coping untuk mengatasi efek masalah infertilitas
tersebut. Masalah infertilitas juga mempengaruhi hubungan pasangan suami istri, termasuk
kepuasan pernikahan mereka.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana penghayatan
suami maupun istri terhadap masalah infertilitas? Bagaimana coping yang dilakukan oleh
suami dan istri dalam menghadapi masalah infertilitas ini? Bagaimana pengaruh dari masalah
infertilitas ini terhadap hubungan suami istri? Untuk menjawab permasalahan penelitian
tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan rnetode wawancara. Penelitian
ini melibatkan empat partisipan penelitian ( dua pasangan suami istri) yang sudah menikah
minimal tiga tahun tetapi bel urn mempunyai anak dan tidak mengasuh anak orang Jain.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa temyata kedua suami tidak menganggap
masalah infertilitas sebagai suatu masalah besar. Sementara kedua istri lebih banyak
mengalami emosi negatif, seperti sedih, marah, takut, kecewa dan bahkan juga ada yang
menarik diri dari pcrgaulan. Kedua pasangan suami istri melakukan strategi coping aktif
dengan menjalani pemeriksaan dan perawatan infertilitas, akan tetapi kurangnya keterlibatan
suami dalam hal ini menjadi masalah pada salah satu pasangan. Pasangan juga berusaha
untuk mencari dukungan sosial berupa informasi maupun dukungan emosional dari keluarga
dan ternan. Mereka juga berusaha untuk melihat rnasalah ini secara lebih positif. Temyata
ketidakhadiran anak tidak menjadi faktor utama yang mengurangi kepuasan pernikahan
karena ada faktor lain yaitu sifat dan tingkah laku pasangan yang lebih banyak dikeluhkan.