Di masa sekarang ini setiap organisasi dituntut untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan selaras dengan lingkungannya untuk dapat tetap bertahan. West (1997) dalam bukunya juga menekankan bahwa firma-firma yang terampi l dalam berinovasi, sukses mengeksploitasi ide-ide baru, akan mendapatkan keunggulan bersaing di pasar dunia yang berubah-ubah dengan cepat ini dan mereka yang tidak terampil akan tertinggal. West (1997) menjelaskan bahwa inovasi bukanlah mengisyaratkan kebaruan absolut. Perubahan bisa _dipandang sebagai suatu inovasi jika perubahan tersebut baru bagi seseorang, kelompok, atau organisasi yang memperkenalkannya. Labih lanjut dia mengatakan bahwa inovasi adalah sembarang produk baru dan lebih baik, atau cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal, yang diperkenalkan oleh individu, kelompok, atau organisasi, dan yang mempengaruhi pekerjaan, individu, kelompok, atau organisasi Menurut West (1995), perilaku individu yang inovatif dapat ditunjukkan oleh dimensi-dimensi, seperti kecenderungan menciptakan ide-ide baru, tingginya toleransi terhadap ambiguitas, mempunyai motivasi untuk menjadi efektif, berorientasi pada inovasi dan juga berorientasi pada pencapaian. Menurut Siegel dan Kaemmerer (1978), iklim organisasi dapat mempengaruhi perilaku inovatif. Namun tidak begitu halnya dengan apa yang dikatakan oleh Pasaribu (1992), dia menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan perilaku inovatif.Beberapa ahli seperti Basu, Scott, dan Bruce (dalam Scott dan Bruce 1994) mengatakan bahwa perilaku inovatif dipengaruhi oleh hubungan timbal batik antara atasan bawahan (leader-member exchange). Kajian ini akan menjelaskan seberapa besar pengaruh leader- member erchange dan iklim organisasi terhadap perilaku inovatif dan sekaligus membuktikan bahwa iklim organisasi berhubungan secara signifikan dengan perilaku inovatif. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 200 yang meliputi manajer tingkat menengah, manajer tingkat bawah, dan staf atau karyawan. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner perilaku inovatif yang disusun oleh West (1997), kuesioner leader-member exchange yang disusun oleh Dienesch dan Liden (1986), serta kuesioner iklim organisasi yang disusun oleh Scott dan Bruce (1994). Hasil kajian menunjukkan bahwa leader-member exchange dan iklim organisasi secara bersama-sama memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku inovatif karyawan. Semakin baik hubungan timbal balik antara atasan bawahan (leader-member exchange) dan semakin inovatif iklim organisasinya, semakin tinggi pula perilaku inovatif para karyawan organisasi tersebut. Meskipun demikian, diperoleh bukti bahwa leader-member exchange mempunyai sumbangan yang lebih berarti dalam menjelaskan perilaku inovatif dibandingkan dengan iklim organisasi. Dengan kata lain, vafiabel leader-member exchange mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku inovatif dibandingkan dengan variabel iklim organisasi. Dimensi professional respect (persepsi mengenai hubungan yang lebih dari hanya sekadar hubungan biasa di dalam pekerjaan), loyalty (ungkapan atau pernyataan yang mendukung penuh tujuan hubungan timbal balik antara atasan bawahan atau kesetiaan penuh pada seseorang), affect (hubungan saling kasih sayang dan persahabatan antara atasan bawahan berdasarkan daya tank antarindividu dan bukan hanya sekadar hubungan pekerjaan biasa), dan contribution (berorientasi pada tugas dan kesediaan untuk melakukan tugas melebihi dari uraian kerja) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku inovatif karyawan. Meskipun demikian, diperoleh bukti bahwa dimensi contribution mempunyai sumbangan yang lebih berarti dalam menjelaskan perilaku inovatif dibandingkan dengan ketiga dimensi leader-member exchange lainnya (professional respect, loyalty, dan affect). Dengan kata lain, dimensi contribution mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku inovatif dibandingkan dengan ketiga dimensi leader-member exchange lainnya (professional respect, loyalty, dan affect). Dimensi support for innovation (dukungan terhadap inovasi) dan resource supply (sumber daya untuk bennovasi) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku inovatif karyawan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dimensi resource supply dan support for innovation dengan perilaku inovatif, dimana variasi kemunculan dimensi-dimensi tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya kadar perilaku inovatif. Meskipun demikian, diperoleh bukti bahwa dimensi resource supply mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap perilku inovatif dibandingkan dengan dimensi support for innovation. Saran bagi kajian selanjutnya dengan topik yang sama agar lebih memperkaya hasil penelitian dengan lebih memfokuskan pada karaktenstik internal perusahaan atau struktur organisasi yang akan diteliti. Hal ini tentu saja akan lebih menarik karena kita akan melihat apakah struktur organisasi atau karakteristik internal suatu perusahaan yang berbeda dan tentu saja mempunyai iklim organisasi yang berbeda, akan menunjukkan perilaku inovatif yang berbeda. Sehubungan dengan hasil kajian yang diperoleh, yaitu leader-member exchange mempunyai sumbangan yang lebih berarti dalam menjelaskan perilaku inovatif dibandingkan dengan iklim organisasi, perlu dilakukan studi lanjutan untuk melihat apakah iklim organisasi hanya berfungsi sebagai variabel pengontrol antara variabel leader-member exchange dengan perilaku inovatif yang mempunyai hubungan lebih kuat. Artinya, semakin inovatif iklim organisasinya, jika leader-member exchange semakin tinggi, maka ada kecenderungan perilaku inovatif karyawan tersebut akan semakin meningkat. Demikian sebaliknya, semakin tidak inovatif iklim organisasinya, jika leader-member exchange semakin rendah, maka ada kecenderungan perilaku inovatif karyawan tersebut juga akan semakin menurun.