Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk menilai akurasi penentuan dosis warfarin berdasarkan genotip VKORC1 dan CYP2C9 pada populasi China.
Metode: Sebanyak 37 pasien diambil sampel darah. Dilakukan perbandingan antara dosis warfarin yang didapat dari genotip (merujuk pada www.warfarindosing.org) dengan dosis terapi kadar INR 2,0 sampai 3,0.
Hasil: Majoritas penduduk China pada studi ini memiliki genotip VKORC1 AA homozigot (89,2%), jarang ditemukan penduduk dengan VKORC1 AG heterozigot, dan tidak ditemukan pasien dengan GG homozigot. Untuk genotip CYP2C9, hampir seluruh pasien dengan variasi wildtype (CYP2C9*2 CC dan CYP2C9*3 AA). Dosis warfarin pada pasien dengan VKORC1 AA dan CYP2C9*3 AC lebih rendah daripada variasi genotip yang lain.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara dosis warfarin berdasarkan algoritma farmakogenetik dan dosis terapi kami. Dapat disimpulkan bahwa algoritma farmakogenetik akurat dalam menentukan dosis warfarin.
AbstractBackground: The aim of this study is to assess the accuracy of warfarin dosage based on VKORC1 and CYP2C9 genotype in Chinese population.
Methods: Blood samples were taken from 37 patients. We compared the warfarin dosage obtained from genotype (according to www.warfarindosing.org) and treatment dosage with international normalized ratio (INR) value within 2.0-3.0.
Results: The majority of Chinese people in our study are VKORC1 homozygous AA (89.2%), rarely VKORC1 heterozygous AG and we cannot find a patient with homozygous GG. For CYP2C9 genotype, most patients have the wildtype variants (CYP2C9*2 CC and CYP2C9*3 AA). The warfarin dosage for patients with VKORC1 AA and CYP2C9*3 AC is lower than for patients with other genotype variants.
Conclusion: There is no significant difference between pharmacogenetic algorithm (www.warfarindosing.org) and our treatment dosage. Our conclusion is that the pharmacogenetic algorithm is accurate to predict the warfarin dose.