Perkawinan merupakan ikatan yang disahkan berdasarkan aturan-aturan tertentu diantara dua orang, yaitu pria dan wanita, yang tidak jarang keduanya memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap sifat dan kebiasaan berperilaku yang kemudian terbawa ke dalam kehidupan berumah tangga. Tidak jarang perbedaan tersebut kemudian menimbulkan konflik-konflik dalam kehidupan perkawinan, yang salah bentuknya adalah konflik harta bersama. Untuk mengatasi masalah tersebut, pasangan suami istri yang akan menikah dapat membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan bagi sebagian masyarakat menjadi sebuah hal yang tabu, tidak biasa, materialistik, egois, tidak etis, dan tidak sesuai dengan adat timur. Berbeda halnya dengan masyarakat barat, yang beranggapan bahwa perjanjian perkawinan merupakan sebuah hal yang lazim dibuat bagi sebuah perkawinan yang akan terjadi. Menurut mereka, hal ini erat kaitannya dengan penyelesaian permasalahan yang mungkin timbul di dalam kehidupan berumah tangga. Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang akan penulis bahas adalah perihal pengaturan isi perjanjian perkawinan di Indonesia, pengaturan isi perjanjian perkawinann di New Zealand, dan perbandingan pengaturan isi perjanjian perkawinan di Indonesia dan New Zealand. Penulis menggunakan kajian ilmu hukum normatif, dengan penelitian kepustakaan berpendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Penulis menyajikan penelitian dengan metode deskriptif analitis. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaturan perjanjian perkawinan di Indonesia terdapat di dalam tiga peraturan yang berbeda yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam dimana masing-masing mengatur berlainan mengenai isi perjanjian perkawinan. Di New Zealand sendiri diatur di dalam Property (Relationships) Act 1976 yang berisikan mengenai pembagian harta dari pasangan-pasangan yang hubungannya berakhir karena perpisahan semata ataupun kematian. Penulis mendapatkan bahwa pengaturan perjanjian perkawinan di New Zealand lebih rinci dibandingkan dengan peraturan di Indonesia, khususnya mengenai isi perjanjian perkawinan. Kesimpulan dalam analisis menyarankan kepada pemerintah khususnya para pembuat undang-undang untuk melengkapi beberapa pengaturan perihal isi perjanjian perkawinan, lebih khusus mengenai isi yang diperbolehkan terdapat didalam sebuah perjanjian perkawinan, dimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak secara tegas mengatur mengenai hal tersebut. Hal ini penulis maksudkan agar dihasilkan peraturan yang jelas, lengkap, dan tepat mengenai pembuatan perjanjian perkawinan.