Percepatan konsolidasi perbankan nasional yang
dilakukan otoritas perbankan tidak dapat dihindarkan
memaksa bank melakukan penambahan modal. Bank Indonesia
mensyaratkan rasio kecukupan modal sekurang-kurangnya 8%
s/d 12%. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah
menerbitkan obligasi subordinasi dengan berlandasakan PBI
No. 3/12/PBI/2001. Instrumen Obligasi tidak lain adalah
konstruksi pinjam meminjam yang secara umum diatur dalam
Bab XIII pasal 1754 s/d pasal 1773 KUH Perdata. Obligasi
subordinasi diakui sebagai modal pelengkap (tier 3) dengan
catatan setinggi-tingginya sebesar 50% dari modal inti bank
yang bersangkutan. Tetapi, berkaitan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan modal, hubungan hukum antara kreditur dengan bank
dalam perjanjian penerbitkan obligasi subordinasi untuk
memenuhi kebutuhan modal bank menjadi agak berbeda, dalam
keadaan tertentu lebih mendekati hubungan hukum antara
pemegang saham dengan perusahaan. Hubungan hukum yang agak
lain ini disebabkan oleh syarat-syarat yang ditetapkan bagi
pinjaman dimaksud. Sebagai missal, salah satu syarat yang
ditetapkan bagi instrument utang yang diterbitkan oleh bank
dengan maksud memenuhi kebutuhan modalnya, mengharuskan
pinjaman yang diperoleh dari penerbitan instrumen obligasi
subordinasi tersebut mempunyai kedudukan yang sama dengan
modal pada saat bank mengalami kerugian yang melebihi laba
ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti.
Artinya, pemegang obligasi subordinasi dalam hal terjadi
likuidasi atas bank, hak tagihnya berlaku paling akhir dari
segala pinjaman yang ada