Secara teori, pranata lepas bersyarat dapat dijadikan salah
satu upaya bagi untuk memasyarakatkan narapidana. Namun,
dalam prakteknya, untuk dapat mencapai tujuan ini,
diperlukan adanya pelaksanaan pengawasan yang efektif. Dari
segala hal yang menyangkut lepas bersyarat, aspek
pengawasan adalah hal yang paling esensial. Peraturan utama
mengenai pranata ini, yaitu KUHP justru tidak mengatur
secara jelas bagaimana pengawasan ini harus dilakukan. Sama
halnya dengan Rancangan KUHP, yang jika dibandingkan dengan
KUHP tidak mengalami perubahan pengaturan mengenai pranata
ini. Pengaturan mengenai hal tersebut ada dalam peraturanperaturan
yang lebih khusus, yang memang mengatur dengan
cukup rinci oleh siapa dan bagaimana pengawasan tersebut
harus dilakukan. Namun patut disayangkan karena di dalamnya
tidak menegaskan bahwa cara pengawasan tersebut mengandung
unsur keharusan yang menyebabkan dalam praktek cara
pengawasan yang telah digariskan ini tidak dijalankan
sebagaimana mestinya. Pada kenyataannya, tidak hanya hal
tersebut yang menjadi penghalang. Kurangnya dana yang
tersedia dan keberadaan aparat pengawas yang kurang
kompeten dan bertanggungjawab juga menjadi faktor
penghambat yang tak kalah besarnya bagi berhasilnya pranat
ini. Di LP Paledang Bogor misalnya, setiap tahunnya cukup
banyak narapidana yang mendapatkan lepas bersyarat dan
tidak satupun terjadi pencabutan kembali. Namun, ketiadaan
pencabutan ini tidak dapat dijadikan jaminan bahwa proses
pemasyarakatan narapidana melalui pranata ini berhasil
dengan baik, dikarenakan pengawasan yang dilakukan tidak
berjalan sesuai dengan peraturan yang ada.