Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan pengujian
undang-undang terhadap Konstitusi yang merupakan
perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga Negara.
Gagasan pengujian konstitusional (constitutional review)
telah lama berkembang, yang dapat dikatakan dimulai sejak
kasus Marbury vs Madison di Amerika Serikat, kasus yang
diawali oleh permohonan William Marbury tersebut menjadi
tonggak pelembagaan mekanisme pengujian undang-undang
terhadap konstitusi yang kemudian berkembang menjadi ide
pembentukan Mahkamah Konstitusi yang banyak diterapkan oleh
negara-negara di dunia. Sebagai salah satu lembaga
peradilan Mahkamah Konstitusi memiliki hukum acara, hukum
acara pengujian undang-undang merupakan kaidah atau aturan
untuk Hakim Konstitusi melaksanakan pengujian undang-undang
serta prosedur-prosedur yang harus dilalui untuk memperoleh
putusan pengujian undang-undang yang dimohonkan oleh
pemohon. Dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi masih banyak
terdapat kekurangan yang merupakan kekosongan hukum yang
dimana diatur dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi dalam
penjelasan Pasal 86 disebutkan bahwa untuk mengisi
kekosongan itu Mahkamah Konstitusi harus mencari asas-asas
hukum acara yang berlaku umum (algemeine bepalingen), baik
dalam hukum acara pidana, perdata, maupun tata usaha
Negara. Salah satu kekosongan dalam Undang-undang Mahkamah
Konstitusi tidak diaturnya mengenai asas ultra petitum
sabagai mana yang dikenal dalam hukum acara perdata yang
tidak membolehkan hakim untuk memutus diluar permohonan
dari pemohon, dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi asas
ini tidak berlaku karena perkara pengujian undang-undang,
berkaitan erat dengan kepentingan umum yang lebih besar
dari kepentingan perorangan (pemohon). Keputusan yang akan
diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bersifat final dan
mengikat, maka keputusan yang akan diambil hendaknya harus
benar-benar di ambil secara seksama dan seadil-adilnya bagi
kepentingan dan kepastian hukum.