ABSTRAKZiarah kubur yang khusus pada bulan Ruwah sebelum bulan Puasa yang disebut nyadran merupakan tradisi orang Jawa yang sampai sekarang masih dilakukan. Namun ternyata dari liputan wartawan pada beberapa media cetak, mengenai nyadran atau sadranan di daerah satu dengan lainnya berbeda pelaksanaannya, bahkan merupakan suatu upacara yang unik.
Nyadran umumnya dilakukan dengan membersihkan makam, berdoa dan kemudian menaburkan bunga diatas pusara. Di suatu daerah merupakan tradisi bersama seluruh warga masyarakat, dengan disertai kenduri di atas makam (bersih desa). Ubarampe sesaji dibawa ke makam dengan wadah yang berbeda, dengan rumah-rumahan yang ditandu, atau dengan Jodhang, atau tenong; ada yang disertai pagelaran wayang kulit, dsb. Berbagai upacara yang dilakukan tersebut memakai nama sadranan atau nyadran.
Dalam Nagarakertagama yang disebut graddha adalah upacara penghormatan yang ditujukan untuk Rajapati Gayatri, merupakan pesta besar selama tujuh hari, dengan membuat arca bunga (puspa garira) sebagai wadah roh Sri Rajapatni. Dipuja dengan pelbagai doa dan mantra disertai bermacam-macam persembahan sesaji dari raja dan para pembesar berupa makanan uang dan pakaian, pergelaran kesenian yang sangat meriah. Pada hari terakhir arca bunga diturunkan dan dimusnahkan dengan upacara, semua sesaji makanan dibagikan kepada para abdi.
Penelitian ini bertujuan menelusuri apakah ada kemiripan unsur-unsur dalam tradisi sadranan dengan upacara graddha dalam Nagarakertagama, sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi nyadran berasal dari graddha.