Konflik antara etnik Dayak dan Madura di Kalimantan Barat,
sudah merupakan gejala yang kronis sejak tahun 1930-an. Pada tahun
1999-2000 malah meluas ke etnik Melayu dan dampaknya belum
terselesaikan sampai tahun 2002 (ketika makalah ini ditulis). Bahkan
meluas ke Sampit (Kalteng). Makalah ini mencoba mengungkap akar
permasalahan melalui analisis nilai-niIai motivasi (Schwartz), untuk
melengkapi analisis-analisis sosiologi dan antropologi yang sudah ada
sebelumnya. Hasilnya menunjukkan bahwa konflik tersebut bukan
disebabkan oleh perbedaan nilai-nilai motivasi, melainkan justru karena
persamaannya yang dikombinasikan dengan eksklusivisme gaya hidup
dan geografi mereka. Diperkirakan dalam waktu 25 tahun ke depan
penolakan atas etnik Madura masih akan terus berlanjut, kecuali ada
perubahan dalam pola pendidikan dan pengembangan daerah yang
mampu mengubah nilai-motivasi etnik Dayak dan Melayu sebagai pribumi
dan menyaring etnik Madura (dari kelas sosial-ekonomi yang lebih tinggi)
sebagai pendatang.