ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana pengguna Twitter yang sebagian besar adalah remaja dengan kisaran usia 12-25 tahun membuat Twitter menjelma menjadi sebuah lifestyle. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, paradigma konstruktivis dengan strategi fenomenologi. Wawancara mendalam dilakukan kepada 3 orang informan remaja untuk mengetahui bagaimana dan mengapa mereka melakukan ekspresi afeksi terhadap pasangan dalam Twitter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi afeksi yang dilakukan oleh para informan lebih merupakan suatu kebutuhan untuk mendapatkan perhatian pasangan, disamping itu sebagai akibat adanya peer pressure. Dari hasil keseluruhan wawancara mendalam pada informan terungkap bahwa adanya kebutuhan ekspresi afeksi dan peer pressure menyebabkan terjadinya fenomena bergesernya batasan privacy.
ABSTRACTThis research aim to provide a review how teens, between 12-25 years old, as majority users in Twitter make Twitter stand out as a lifestyle. This research use qualitative approach, constructivist paradigm, and the research method is phenomenology. Indepth interview are conduct in 3 different teens to know how and why they express their affection to their spouse in Twitter. Research outcome shows that teen affection expression is form of their needs to attract spouse attention adn peer pressure also trigger this. From interviewing all teens sources the needs of expressing their affection and peer pressure applied are reason why teens tends to have constant renegotiate privacy boundaries.