ABSTRAKTerbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menambah batasan asas kebebasan
berkontrak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 KUH
Perdata. Disamping itu dibidang Perbankan Nasional juga
harus menjalankan amanat Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) yang merupakan policy direction bagi Perbankan
Nasional. Salah satu pilar dari enam pilar API yaitu pilar
keenam, adalah perlindungan konsumen, dengan beberapa
program yang berupa mekanisme pengaduan nasabah; pendirian
lembaga mediasi independen; peningkatan transparansi;
informasi produk perbankan dan edukasi nasabah. Dalam
rangka membangun transparansi dan informasi produk
perbankan; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen wajib menjadi perhatian perbankan
nasional. Salah satu ketentuan tentang perlindungan
konsumen adalah perjanjian baku, khususnya klausula baku
yang dilarang atau klausula eksonerasi. Berkaitan dengan
hal itu salah satu produk perbankan nasional, khususnya di
Bank adalah kredit; dimana di dalam perjanjian kredit,
khususnya Pasal 1 umumnya memuat Syarat-Syarat Umum
Perkreditan Bank atau Syarat-Syarat Umum; yang berisi
ketentuan standar pemberian kredit. Tesis ini mengupas
terhadap klausula yang terdapat dalam Syarat-Syarat Umum,
yang terindikasi beberapa pasalnya mengandung klausula
eksonerasi. Melalui riset di salah satu Bank Pemerintah dan
dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif
melalui studi kepustakaan yang terdiri dari dari bahan
hukum primer serta peraturan perundang-undangan sebagai
bahan hukum sekunder. Data dikaji dan dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif yang tersaji secara
deskriptif normatif pada tesis ini. Dengan kesimpulan bahwa
benar terdapat klausula eksonerasi, namun dengan tata cara
penyampaian Syarat-Syarat Umum bersamaan dengan Surat
Penawaran Pemberian Kredit, klausula baku yang ada dapat
dieliminir atau ditiadakan karena calon debitur mempunyai
kesempatan untuk mempelajari dan menegosiasikan kembali
syarat-syarat dimaksud.