ABSTRAKPenelitian ini merupakan suatu kajian yuridis normatif
yang bersifat teoritis dengan permasalahan pokok yaitu
konsep pengaturan Rahasia Jabatan Notaris dalam kaitannya
dengan pemeriksaan perkara pidana. Pasal 40 dan Pasal 17
Ordonansi Staatblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan
Notaris Di Indonesia, merupakan landasan hukum dari Rahasia
Jabatan Notaris, Namun, kedua pasal tersebut secara
substansial masih bersifat umum sehingga bisa menimbulkan
kekeliruan di dalam pemahamannya maupun pelaksanaannya*
Apalagi ketika seorang Notaris dipanggil sebagai saksi
ataupun saksi ahli dalam pemeriksaan perkara pidana untuk,
memberikan kesaksian mengenai isi akta yang dibuatnya
ataupun memberikan keterangannya yang berkaitan dengan
keahliannya dalam bidang pembuatan akta. Setelah dilakukan
penelusuran segi-segi teoritis/asas-asas hukum umum,
sebagai hasil akhir penelitan disimpulkan bahwa dalam
proses penyidikan yang dilakukan dalam pemeriksaan
pendahuluan oleh pihak kepolisian, berdasarkan Pasal 117 UU
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sebagai saksi, Notaris dapat menolak untuk tidak memberikan
keterangannya, namun, dalam pemeriksaan di persidangan yang
dipimpin oleh Hakim berdasarkan Pasal 170 UU Nomor 8 Tahun
1981, setelah mendengar alasan penolakan yang diajukan oleh
Notaris untuk tidak memberikan kesaksian tentang isi akta
yang dibuatnya, hakim yang akan menentukan apakah kesaksian
Notaris tersebut diperlukan atau tidak dalam perkara pidana
yang dipimpinnya itu.