Kebijaksanaan pemerintah dibidang ekonomi yang menyangkut perubahan nilai uang khususnya yang mengakibatkan turun nya nilai uang seperti devaluasi dll, sering menimbulkan permasalahan dibidang hukum khususnya mengenai kontrak pemborongan bangunan yaitu mengenai eskalasi harga kontraknya.,- Serta tidak jarang menimbulkan sengketa yang sampai diajukan ke meja hijau ( pengadilan ), maka berdasarkan hal itu penulis raencoba menelitinya serta bagaimana cara memecahkannya.
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan adalah me metode kepustakaan serta metode penelitian dilapangan.
Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa kontraktor di Indonesia dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok kontraktor kuat serta kelompok kontraktor lemah, dan pada umum nya akibat dari adanya kebijaksanaan tersebut yang paling terpukul adalah kelompok kontraktor leaah akan tetapi tidak berarti kelompok kontraktor kuat tidak terpukul kelompok itu tetap terpukul akan tetapi tidak separah kelompok kon traktor lemah seperti ada yang sampai menjadi bangkrut atau terpaksa menghentikan pekerjaannya, Keadaan seperti ini me nurut hukum dapat dikatagorikan sebagai suatu keadaan memaksa yang relatif walaupun termasuk suatu keadaan memaksa akan tetapi menurut hukum pihak kontraktor tetap harus manger 3 akan pekerjaannya hingga selesai tanpa diperkenankan untuk menuntut penembahan harga borongan atau eskalasi harga ( ps, 1610 KUHPerd ), Dikarenakan hal ini dianggap tidak adil maka j'ika terjadi sengketa eskalasi harga kontrak menurut Mahkamah Agung risiko perubahan nilai uang dipikul secara bersaraa-sama oleh pihak kontraktor maupun pihak yang raemborongkan dengan berpatokan kepada harga emas. (Putusan M.A No.6lOK/Sip/1968, tertgl. 23 Mei 1970).
Dari kesemuanya itu dapat disimpulkan bahwa peraturan yang mengatur tentang per3'an3"ian panborongan di dalam BW saat ini sudahntidak sesuai lagi dengan rasa keadilan yaitu bahwa risiko turunnya nilai uang yang tidak diduga lebih dahulu tetap ditanggung oleh pihak kontraktor, Oleh karena tidak sesuai dengan rasa keadilan maka M.A dalam putusannya menetapkan bahwa risiko dipikul secara bersama-sama oleh kedua belah pihak dengan berpatokan kepada harga emas.
Mengingat bahwa proses berperkara di pengadilan itu relatif cukup lama serta dengan kemungkinan pengeluaran biaya yang cukup besar maka sebaiknya Jika terjadi sengketa mengenai masalah esfelsEi harga kontrak penborongan hendaknya lah diselesaikan secara bermusyav,-arah dengan berpatokan bahwa segala risiko yang timbul dari adanya perubahan nilai uang khususnya turunnya nilai uang ditanggung bersama-sama oleh para pihak.