Krisis moneter yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 telah menyadarkan banyak pihak bahwa ada yang tidak Beres menjadi di tengah-tengah dunia perekonomian Indonesia. Salah sate hal dari faktor kelancaran usaha yang terkena dampak ketidakberesan ini adalah aliran arus kas masuk dan keluar unit usaha yang macet, yang mengakibatkan ribuan unit usaha terpaksa tutup. Penulis melihat bahwa ternyata aliran arus kas sangat mempengaruhi kehidupan setiap unit usaha. dan aliran arus kas tersebut masuk dan keluar dari unit usaha melalui sebuah institusi keuangan yang bernama bank. Dan ternyata bank mulai menangkap sebuah kesempatan untuk mengembangkan sebuah layanan yang intinya membantu unit usaha dalam memperlancar aliran anus kasnya. Layanan ini disebut cash management, dan di Indonesia ini telah dikembangkan oleh bank-bank asing yang salah satunya adalah Deutsche Bank AG dengan nama Global Cash Management (GCM). Sebelumnya fungsi mengatur aliran kas dari sebuah unit usaha dipegang oleh bagian/departemen treasury atau keuangan Departemen ini dalam mengatur aliran kas dibagi menjadi 4 fungsi, yaitu Collection, Disbursements, Forecasting, dan Investing/Borrowing. Collection berhubungan dengan arus uang masuk„ Disbursements berhubungan dengan ants uang keluar, Forecasting memperkirakan berapa besar arus uang yang masuk dan yang keluar, sedangkan Investing/Borrowing berhubungan dengan lindakan yang dilakukan setelah terjadi "penyeimbangan." antara Collection dan Disbursements, jika ada kelebihan kas maka akan di Invest dan kalau ada kekurangan kas maka sejumlah uang akan di Borrow untuk menutupi kekurangan tersebut. Pergerakan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor internal unit usaha, seperti ulatran perusahaan, sentralisasi/desentralisasi keuangan kantor-kantor cabang, globalisasi unit usaha dan apa karakteristik bisnis unit usaha. Sedangkan faktor-faktor eksternal antara lain sistim perbankan yang diikuti dan waktu float. GCM dari Deutsche Bank AG. yang Baru dibentuk di Indonesia sejak tabun 1997, mengambil loran bagian keuangan unit usaha dalam. fungsi Collection dan Disbursementnya ditambah dengan pengaturan aliran ants kas berupa transfer dana dari dan keluar unit usaha supaya eepat„ aman dan mudah. GCM membagi pelayanan manajemen kasnva menjadi 4 bagian, yaitu Account Receivable, Account Payable, Liquidity Management dan E-Banking. Masing-masing bagian terdapat produk-produk yang akan ditawarkan kepada tiap unit usaha sesuai dengan keperluan manajemen kasnya. Penawaran layanan manajemen kas ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari pengidentifikasian calon target klien, penyelidikan kinerja target klien secara manajemen dan performansi unit usaha, lalu masuk ke tahap pendekatan kepada manajer keuangan atau direksi unit usaha. Setelah disetujui oleh pihak manajerial suatu presentasi produk, maka GCM segera menyelidiki aspek-aspek mana saja dari sistim manajemen kas target klien yang dapat ditangani oleh produk-produk GCM. Hasilnya akan dipresentasikan beserta keuntungan dan biaya yang akan timbul. Jika presentasi berhasil, maka kerjasama akan dijalin dengan mengintegrasikan sistim manajemen kas target klien dengan DB AG sesuai dengan produk-produk yang dipilih. Contoh dari implementasi produkproduk GCM ini adalah dengan berhasilnya DB AG ditunjuk oleh KPKN sebagai bank persepsi untuk penyetoran pajak (antara lain PPh dan PPN) perusahaan kepada kantor pajak. Dengan dijalankannya layanan manajemen kas ini, GCM menerima pendapatan dari 2 sumber, yaitu interest float dan transfer's charges. Dengan analisa aplikasi produk GCM Tax Payment Settlement, penulis menemukan beberapa kesimpulan menarik mengenai layanan manajemen kas oleh bank pada umumnya, dan GCM secara khusus. Pertama, pengambilalihan sebagian peran bagian keuangan sebuah unit usaha oleh bank ternyata sangat dibutuhkan khususnya oleh unit-unit usaha yang berskala global atau yang banyak cabangnya karena efisiensi yang diciptakan oleh layanan manajemen kas ini. Kedua, layanan manajemen kas ini membutuhkan infrastruktur teknologi informasi yang canggih sehingga layanan manajemen kas ini masih baru di Indonesia dan hanya ditawarkan oleh bank-bank asing yang mempunyai infrastruktur teknologi tersebut. Ketiga,dari hasil analisa aplikasi Tax Payment Settlement, perusahaan mendapatkan keleluasan waktu untuk memanfaatkan kas yang ada, sedangkan DB AG memanfaatkan layanan ini untuk melakukan pengenalan layanan manajemen kas dari GCM karena tingkat return yang sangat kecil sehingga mustahil dimanfaatkan untuk profit center. Keenzpat, salah satu sumber pendapatan GCM yaitu float interest akan terancam hilang pada masa yang akan datang, dimana teknologi transfer uang memungkinkan perpindahan pada saat itu juga (real time) dan tidak memakai fisik warkat kliring (paperless) sehingga tidak akan ada float. Dari kesimpulankesimpulan tersebut, penulis memberi saran kepada GCM supaya mencari calon klien yang tidak hanya besar secara ukuran akuntansi saja, tetapi mempunyai manajemen yang bonafide serta mempunyai track record yang bagus dengan para stake holdernya. Saran lainnya adalah menaikkan harga transfer's charges jika pendapatan float interest tidak lagi ada, namun disertai dengan penjelasan yang jelas kepada klien mengapa ini terjadi dan ditambah dengan kOmitmen GCM untuk melayani klien dengan sebaikbaiknya dan cepat.