Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan analisis neraca pembayaran dari sisi pendekatan moneter sebagai studi yang cukup populer. Alasan pertama adalah fakta bahwa lalu lintas dalam pasar uang dan modal antar negara semakin padat, bahkan lebih cepat dari perkembangan lalu lintas perdagangan barang dan jasa. Alasan kedua, sifat dari penyesuaian sektor moneter yang lebih instan sehingga data-data yang diperlukan relatif lebih tersedia dengan jarak yang lebih singkat dibandingkan data-data sektor rill. Pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran sendiri merupakan studi yang cukup baru, karena berkembang pada pertengahan `70-an. Dengan kedua alasan yang disebutkan tadi, serta keadaan perekonomian internasional yang makin terbuka menyebabkan studi tersebut berkembang dengan cepat di dunia akademik. Hal ini makin dikuatkan oleh penggunaan perangkat kebijakan makroekonomi yang makin berorientasi pada sisi moneter di banyak negara, termasuk negara berkembang. Dalam pendekatan moneter, analisis ditempatkan pada transaksi moneter yang terjadi pada pencatatan neraca pembayaran. Hal tersebut berbeda dengan beberapa pendekatan terdahulu yang memfokuskan perhatian pada komponenkomponen neraca pembayaran — neraca berjalan, modal dan lalu-lintas moneter — secara terpisah. Apa yang dipandang sebagai neraca pembayaran menurut pendakatan ini adalah aktiva luar negeri yang dimiliki oleh Otoritas Moneter suatu negara. Aktiva luar negeri adalah bagian dari uang primer yang diedarkan dalam proses penciptaan uang di dalam negeri, bersama-sama dengan aktiva dalam negeri atau kredit domestik. Analisis pendekatan moneter bertolak dari keseimbangan (equilibrium) moneter dalam negeri, yaitu antara permintaan masyarakat terhadap uang serta jumlah yang diedarkan oleh Otoritas Moneter. Adanya perubahan yang terjadi pada komponen kredit domestik menciptakan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada pasar uang, atau jumlah yang diminta tidak sama dengan yang ditawarkan. Adanya perubahan pada keseimbangan menyebabkan masyarakat memegang uang terlalu banyak dibandingkan yang diminta, atau sebaliknya lebih sedikit dari yang diperlukan. Dengan asumsi full employment di dalam negeri, maka kondisi demikian akan menciptakan tambahan permintaan terhadap mata uang atau komoditas dari luar negeri, yang akan mempengaruhi neraca pembayaran. Dengan demikian, perubahan pada neraca pembayaran dipandang sebagai suatu proses penyesuaian (adjustment) terhadap ketidakseimbangan moneter di dalam negeri. Skripsi ini mencoba menelaah penerapan model pendekatan moneter tersebut di Indonesia, menggunakan data-data time-series triwulanan antara triwulan keempat 1986 (periode setelah devaluasi terakhir) hingga triwulan kedua 1997 (sebelum krisis regional terjadi). Yang hendak dianalisis adalah seberapa banyak pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran mampu menerangkan kondisi moneter dan makroekonomi Indonesia selama periode tersebut. Studi dilakukan dengan menggunakan teknik regresi Ordinary Least Square sederhana. Pada bagian lain, dalam skripsi ini juga dielaborasi suatu modifikasi lanjutan dari pendekatan moneter, yaitu mengenai pengaruh sebaliknya dari neraca pembayaran terhadap kredit domestik. Variabel kredit domestik yang dalam model awal dianggap sebagai variabel eksogen, kini diasumsikan terpengaruh oleh perubahan neraca pembayaran. Dalam konteks moneter, penggunaan kredit domestik sebagai reaksi terhadap perubahan aktiva luar negeri dikenal sebagai tindakan "sterilisasi". Dengan demikian, studi mengenai kredit domestik yang dilakukan dalam pengujian terhadap terjadinya sterilisasi di Indonesia.