Studi ini ingin melihat perkembangan perjanjian kerja sama perekonomian di kawasan yang paling tinggi pertumbuhan perekonomiannya di dunia, yaitu kawasan Asia Pasifik. Terdapat hal yang menarik dari perjanjian kerja sama APEC ini, yaitu di satu sisi negara-negara ekonomi maju menginginkan bentuk kerja sama ini tercantum dalam sebuah traktat yang mengikat anggota-anggotanya sedangkan pada sisi negara-negara sedang berkembang menginginkan kerja sama yang lepas dan tidak mengikat. Studi yang dilakukan berusaha melihat kemungkinan terbentuknya pasar yang menyatu di kawasan Asia Pasifik ini berdasarkan dorongan internal (yaitu kondisi pasar keuangan negara-negara anggotanya apakah telah menyatu dengan pasar global) dan dorongan eksternal (yaitu kondisi perekonomian negara anggota dalam menghadapi gejolak perekonomian global). Dalam melihat dorongan internal dipergunakan dua buah pendekatan yaitu pendekatan Feldstein dan Horioka yang melihat besaran penyatuan pasar keuangan suatu negara berdasarkan korelasi antara tabungan domestik dan investasi domestik, dan pendekatan Sachs yang melihat besaran penyatuan pasar keuangan suatu negara berdasarkan korelasi antara investasi dan neraca pembayaran. Sedangkan dorongan eksternal yang dipergunakan adalah dilihat melalui penghitungan dampak terms of trade, dampak permintaan global, dampak tingkat suku bunga, dan tambahan debt service serta dengan melihat kinerja perekonomian atas dampak tersebut. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa negara-negara yang paling siap dalam menghadapi penyatuan pasar di kawasan Asia Pasifik adalah negara-negara industri baru dan negara industri maju. Kesimpulan ini ternyata tidak jauh berbeda dari hipotesa dan perkiraan yang ada selama ini. Bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya strategi yang paling baik adalah dengan mempersiapkan diri lebih baik lagi terutama dalam hal penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan industri dan usaha di negaranya.