ABSTRAKDalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Buton sangat dipengaruhi oleh tradisi dan ajaran Islam. Keberadaan masyarakat Buton sebagai komunitas muslim inilah yang menjadikan masyarakat Buton berbeda dalam perkembangannya dibandingkan masyarakat di wilayah lainnya, khususnya di kerajaan-kerajaan Sulawesi Tenggara.
Kuatnya pengaruh Islam tersebut, didukung oleh keberadaan Undang-_undang Martabat Tujuh yang tidak saja berfungsi sebagai undang-undang kerajaan, melainkan juga sebagai ajaran dan pedoman hidup yang mengandung nilai-nilai Islam. Selain itu falsafah adat yang berjiwa Islam juga ikut mempengaruhi keberadaan masyarakat Buton sebagai masyarakat Islam, pengaruh dan peranan penguasa dalam hal ini sultan juga ikut mempengaruhi kehidupan masyarakat Buton.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan menjelaskan tentang masyarakat Islam di Kesultanan Buton pada masa pemerintahan Sultan Aidrus Qaim ad-din (1824-1851).
Metode dalam penulisan ini menggunakan metode heuristik yang dipresentasikan secara deskriptif dan dianalisa dengan menggunakan pendekatan multidimensional.
Hasil penelitian terhadap masyarakat Buton ini menunjukkan bahwa pengaruh Islam terlihat dalam struktur dan proses sosial masyarakat Buton, yakni dalam keluarga, hubungan perkawinan, adat-istiadat, hukum adat, yang memperlakukan hukum Islam, serta falsafah adat yang masih dianut oleh masyarakatnya sampai sekarang sangat mendukung aktivitas masyarakat Buton sebagai masyarakat Islam.
Disamping itu, pengaruh besar lainnya adalah undang-undang Martabat Tujuh yang merupakan landasan pokok bagi dasar pemerintahan kesultanan Buton dengan aturan-aturan dan nilai-nilai yang dikandung dalam ajaran Martabat Tujuh. Pengaruh sultan yang besar, yaitu sultan dikenal sebagai Khalifafuf-Allah atau sebagai pembawa perintah Allah. Hal ini menjadikan masyarakat Buton mentaati sultan sekaligus mentaati Allah dengan segala perintah dan larangannya.
Kesemuanya itu merupakan faktor pendukung perubahan masyarakat Buton, dari masyarakat penganut kepercayaan menjadi masyarakat agamis, yaitu masyarakat Islam.