ABSTRAKValue-at-Risk (VaR) pada umumnya dihitung dengan menggunakan asumsi nilai aktiva yang terdistribusi normal, berdasarkan informasi pada masa lalu. Namun data empiris menunjukkan bahwa return pasar, dalam hal ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia, memiliki distribusi fat-tail. Akibatnya penghitungan VaR dengan asumsi distribusi normal akan memberikan estimasi kerugian yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Dalam Karya Akhir ini dilakukan perbandingan penggunaan model VaR dengan GARCH dan model VaR yang mengadopsi Extreme Value Theory (EVT) dengan pendekataan Peaks Over Threshold, pada return IHSG di Bursa Efek Indonesia. Penggunaan EVT untuk menghasilkan estimasi VaR memberikan peramalan atas return harian IHSG pada tingkat keyakinan 99% dan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa estimasi VaR yang mengadopsi EVT memberikan hasil peramalan yang lebih akurat pada tingkat keyakinan 99%, dan analisa terhadap nilai ekstrim secara potensial memberikan kontribusi atas estimasi kerugian yang lebih akurat pada kondisi pasar yang bergejolak.
ABSTRACT
Value-at-Risk (VaR) is widely calculated from representations assuming that variations in the value of assets are normally distributed, conditional on past information. Empirically, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) on Bursa Efek Indonesia exhibit fat-tailed leptokurtic distributions. Therefore, VaR forecasts using the asumption of normality could underestimate the true risk. In this paper, a research was taken to compare the use of VaR model using GARCH and VaR model adopting Extreme Value Theory (EVT) with Peaks Over Threshold approach, applied to IHSG return on Bursa Efek Indonesia. The use of EVT to estimate VaR provide the tail forecasts of daily returns at 99% and 95% confidence level.The result shows that VaR estimates with EVT give more accurate forecasts at 99% confidence level and analysis of extremes can potentially contribute to a more accurate estimation of violent market swings.