Kondisi alam dan lingkungan terus berubah baik itu ke arah yang lebih baik atau bahkan yang lebih buruk. Fakta bahwa perubahan tersebut memicu manusia untuk memberikan respon sudah disadari semenjak dahulu. Menanggapi berbagai komplikasi tersebut, kehadiran
portable architecture memberikan kompensasi yang baik terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Bangunan permanen yang awalnya dirancang dengan baik secara kontekstual akan selalu memiliki kecenderungan gagal dalam menyeimbangkan diri dengan perkembangan lingkungannya. Hal ini seringkali berakibat fatal dan akan membalikkan keberadaan bangunan tersebut sebagai perusak lingkungan.
Keberadaan
portable architecture masih sangat kuat tersebar ke seluruh dunia, termasuk Jakarta. Salah satu penerapan portable architecture yang bisa ditemui hampir di sepanjang trotoar Jakarta: warung tenda milik pedagang kaki lima. Keberadaan pedagang kaki lima menjadi kasus yang merepresentasikan fenomena diatas dengan baik. Pada siang hari, tidak tampak adanya tanda-tanda kehidupan mereka, namun pada malam hari keberadaan pedagang kaki lima ini ?mencuri? sebagian besar perhatian pengguna jalan.
Pendefinisian tempat, keberdirian warung, pemanfaatan eksisting,
sense of place, kontinuitas warung, fleksibilitas, faktor
ephemeral, penggunaan waktu yang spesifik, peluang pada suatu ruang dan tata ruang yang sederhana hadir bersama keberadaan pedagang kaki lima di ibukota ini. Keterkaitan faktor-faktor di atas yang memberi keunikan pada kehadiran
portable architecture di Indonesia khususnya Jakarta dan sekitarnya.
Nature?s condition is continuously altering, whether it is approaching positive or negative consequences. The verity that this transformation elicits responds from human beings has been apprehended since a long time ago. In counter of these impediments, (seen from its notion which persistently compliant to its current settings) the existence of portable architecture seems to encounter the necessities of societal alteration. While contextually permanent buildings are still alleged as the only way to decipher problems architecturally, the failure of building conjunction with surroundings? improvements can easily prejudice its destruction. These incidences often lead to a fatal clause of which will turn a building?s function into the main motive of its environmental demolition.The survival of portable architecture is nonetheless fervently spread amid the entire world, including Jakarta which reflexively has profound correlation with its concept for over many years. One of the most widespread patterns can be seen alongside Jakarta?s sideways: the street vendors. The oscillation of street vendors? life embodies the perfect occurrence for these phenomena. By day, there is no sign whatsoever pertaining to their being, yet at night their commotions draw most of the attention.Place definition, vendor formation, existing utilization, sense of place, continuity, flexibility, ephemeral factors, definite time consumption, space opportunity and simple space organization subsists together with street vendors? dispersion throughout this metropolitan city. The bond within these aspects grants inimitability to the existence of portable architecture in Indonesia, mainly in prominent cities such as Jakarta.