Dalam membuat keputusan investasi, seorang investor pasti mengharapkan akan mendapatkan keuntungan return berupa capital gain atau dividen. Tetapi dalam setiap investasi pastilah mempunyai suatu risiko. Risiko ini muncul karena tidak adanya suatu kepastian bahwa suatu sekuritas akan terus-terusan memperoleh return, tetapi bisa juga mengalami kerugian. Untuk itu terdapat beberapa model yang dapat digunakan dalam memprediksi risk and return suatu saham sehingga investor pada akhirnya dapat mengetahui alternatif investasi yang paling menguntungkan. Salah satunya adalah model Arbitrage Pricing Theory (APT), model ini muncul sebagai respon terhadap kelemahan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model APT mengakomodir sumber risiko yang lebih bervariasi, yaitu systematic risk yang berupa kondisi makroekonomi di suatu negara.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model APT dapat digunakan untuk memprediksi risk and return saham sektor pertambangan. Karena untuk saat ini dan untuk beberapa tahun ke depan saham sektor pertambangan memiliki prospek yang cukup cerah karena komoditasnya yang laris di pasar nternasional dan dijual dalam dollar Amerika. Sehingga pada akhirnya dapat diketahui apakah return saham sektor pertambangan dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi Indonesia. Ada empat variable makroekonomi yang digunakan, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi, dan jumlah uang beredar. Penelitian ini menggunakan data time series, yaitu data bulanan dari Januari 2003-Desember 2007. Kemudian pengolahan data dilakukan dengan Eviews dengan meregresikan tiap saham dengan masing-masing variabel dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Dari pengujian tersebut didapatkan hasil bahwa model APT hanya signifikan untuk satu perusahaan yaitu APEX. Dan variabel makroekonomi yang mempengaruhi return saham sektor pertambangan adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.